Pojok6.id (Gorontalo) – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Gorontalo melalui Bidang Riset dan Inovasi, menggelar seminar hasil kajian pariwisata dan pendidikan. Kedua tema kajian tersebut masing-masing mengangkat judul Optimalisasi Kebutuhan Ruang Destinasi Pariwisata Unggulan Provinsi Gorontalo, dan Strategi Penanggulangan Anak Putus Sekolah karena Faktor Sosial Ekonomi Keluarga di Provinsi Gorontalo.
Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo, Wahyudin Katili, dalam sambutannya mengatakan, bahwa hasil kajian ini merupakan kajian implementatif, dengan rekomendasi yang dapat langsung diterjemahkan ke dalam program pemerintah daerah.
“Kami merasa sangat terbantu, dengan anggaran riset yang tidak besar, para peneliti mampu memberikan kontribusi pemikiran yang signifikan. Ke depan, kajian seperti ini tidak boleh berhenti di sini. Kami berharap ada rekomendasi konkrit berupa daftar program yang bisa langsung kami jalankan,” ujar Wahyudin.
Menurutnya pemerintah tidak hanya membutuhkan dokumen riset, tetapi juga pendampingan lanjutan dari para peneliti. Hal ini dinilai menjadi penting, terutama untuk menghasilkan rekomendasi maupun program yang berkelanjutan, khususnya yang sejalan dengan program Gubernur Gusnar Ismail dan Wakil Gubernur Idah Syahidah.
“Jika perlu, para peneliti bisa kami minta sebagai narasumber untuk melanjutkan detail teknis, agar pengembangan pariwisata tidak hanya membangun infrastruktur tanpa dukungan pemahaman pengelolaan,” jelasnya.
Sementara itu, tenaga ahli sekaligus peneliti dari Universitas Bina Taruna (UNBITA) Gorontalo, Muh. Fakhri Jamaluddin, dan tim peneliti dalam paparannya menekankan, pentingnya pengelolaan ruang destinasi yang berorientasi pada potensi lokal, penguatan daya tarik wisata, serta kepastian arah pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Ia juga menyoroti perlunya penyusunan kebutuhan ruang, yang tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga penguatan tata kelola, daya dukung lingkungan, dan peningkatan kualitas SDM.
“Destinasi pariwisata tidak dapat berkembang hanya dengan infrastruktur. Harus ada pemahaman, pendampingan teknis, serta pemetaan potensi yang tepat agar pengembangan berjalan efektif,” ujarnya.
Selain itu, untuk pendidikan sendiri dipaparkan langsung oleh tenaga ahli dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muchtar Ahmad bersama tim peneliti. Muchtar menyampaikan bahwa persoalan anak putus sekolah erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi keluarga, minimnya akses pendidikan, serta lemahnya sistem pendataan terpadu.
Ia juga menawarkan sejumlah strategi seperti penguatan intervensi berbasis keluarga, peningkatan program beasiswa tepat sasaran, serta kolaborasi lintas sektor untuk menekan angka putus sekolah.
“Upaya penanggulangan harus berbasis data, dan tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan bantuan dana. Perlu ada pendampingan, program remedial, serta keterlibatan pemerintah desa, sekolah, dan lembaga sosial,” pungkasnya. (Adv)








