Uji Baca Alquran untuk Capres Dinilai Berlebihan

Presiden Joko Widodo dan capres nomor dua, Prabowo Subianto (kanan) saat menghadiri acara Deklarasi Kampanye Damai di Jakarta, 23 September 2018. (Foto: Reuters)

Jakarta – Sepanjang akhir pekan ini beredar luas kabar tentang undangan dari Dewan Pimpinan Ikatan Da’i Aceh, Marsyuddin Ishak, kepada kedua calon presiden – Joko Widodo dan Subianto – untuk mengikuti uji membaca Alquran di Banda Aceh.

Diwawancarai melalui telepon Sabtu (29/12) malam, Marsyuddin Ishak mengatakan undangan sudah dikirimkan kepada kedua tim pasangan calon presiden-wakil presiden untuk mengikuti uji membaca Alquran pada 15 Januari nanti. Menurutnya, hal ini penting untuk menyaring politik identitas dan menampakkan citra kedua pemimpin Muslim tersebut.

“Mengapa kami lakukan? Karena selama ini di Indonesia menjelang pilpres, diakui atau tidak, politik identitas itu telah dipraktikkan, makanya kami dari Aceh ingin mengingatkan, mem-filter, menjaga agar jika kedua capres ini tidak melakukan hal yang memanfaatkan, hal yang menguntungkan bagi mereka saja, sementara yang sulit tidak dipedulikan. Ambil enaknya saja,” kata Marsyuddin.

Read More
banner 300x250

“Aceh itu punya kekhususan. Pemimpin kami, gubernur dan dewan, semua dites untuk membaca Alquran. Presiden itu kan presiden kami juga. Kami tahu secara konstitusi tidak diatur, tetapi presiden ini kan presiden kami juga. Maka kami ingin tahu kemampuan presiden kami, sebagaimana kami tahu kemampuan gubernur dan bupati kami,” ujar Marsyuddin menambahkan.

Marsyuddin Ishak mengakui bahwa uji baca Alquran ini tidak akan menimbulkan dampak pada pencalonan Joko Widodo dan Prabowo Subianto untuk duduk di puncak pemerintahan, tapi menurutnya ini penting untuk mencapai puncak keimanan.

“Ini tidak berpengaruh dengan apa yang telah diputuskan oleh KPU. Misalnya, kalau di Aceh, tidak mampu membaca Alquran akan gugur, tapi kami tidak punya hak untuk ke sana. Tetapi melalui Aceh, untuk Indonesia, kami ingin menyuarakan, menampakkan citra keduanya untuk membaca Alquran,” papar Marsyuddin.

“Membaca Alquran ini kan modal dasar untuk mencapai puncak keimanan. Kita diwajibkan salat lima waktu dan didalamnya kita membaca Alquran. Nah, jika membaca Alquran saja tidak bisa, bagaimana sholat. Jika membangun hubungan dengan Tuhan saja belum bisa, bagaimana bisa membangun hubungan dengan manusia. Simpel-nya begitu,” kata Marsyuddin menegaskan.

Apa Urgensi Uji Baca Alquran?

Ilmuwan Islam Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menilai uji baca Alquran itu sebagai hal yang berlebihan.

“Itu yang kita sesalkan. Kita hidup dengan konstitusi. Misalnya, di sekolah ada yang menyuruh belajar agama, itu bagus. Tetapi kalau tidak lulus pelajaran agama, terus tidak naik kelas, ya, itu berlebihan, melanggar konstitusi. Yang diuji itu akhlak,” ujar Komaruddin.

“Ujian nasional saja kan yang diuji matematika, pengetahuan umum. Tapi agama itu kan pendidikan terus menerus. Terus kalau tidak lulus pelajaran agama, gak bisa baca Alquran, lalu gak naik kelas? Itu kan berlebihan,” kata Komaruddin.

“Bahwa mengajar agama memang harus, tetapi agama menjadi standar kelulusan ya melanggar itu. Wilayah operasionalnya kan berbeda. Jika Anda ingin menguji pilot pesawat, maka yang diuji kan bukan soal dia bisa baca Alquran atau tidak, tetapi menguasai mesin atau tidak. Bahwa ia memang orang Islam, bisa membaca Alquran ya bagus. Begitu juga dengan presiden. Kompetensinya kan yang lain,” pungkas mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Komaruddin mengatakan sedianya yang diuji adalah integritasnya pada umat beragama dan bagaimana memperjuangkan kepentingan yang beragam.

“Memang kalau orang baca Alquran, tahu gak artinya? Kalau tahu artinya, paham gak maksudnya? Kalau paham maksudnya, bisa mengamalkan gak? Apa hubungannya antara baca Alquran dan kompetensi untuk memimpin?,” kata Komaruddin.

“Yang tahu dan baca Alquran saja belum tentu mengamalkan ilmunya, belum tentu kompeten di bidangnya. Kalau ditarik sebagai untuk mengukur integritas, menghargai tidak dengan agama, bagaimana sikap atas umat beragama, tentu masih masuk akal. Tetapi jangan soal bisa atau tidak membaca Alquran dong,” tambahnya.

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) PBNU Dr. Rumadi Ahmad bahkan secara terang-terangan menilai uji baca Alquran ini sebagai politisasi agama.

“Ini berlebihan. Tidak perlu urusan bisa baca Alquran atau tidak menjadi isu dalam pemilihan presiden. Hal ini bertendensi politisasi agama. Sayangnya, hampir semua pendukung dua pasangan capres menggunakan isu agama sebagai alat kampanye,” kata Rumadi

Uji Baca Alquran: 15 Januari

Menurut Marsyuddin Ishak, uji baca Al Qur’an yang digagaskan akan difokuskan pada membaca surat Al Fatihah dan satu surat pendek yang akan ditentukan kelak.

Sejauh ini baru pihak calon presiden nomor urut 01 – Joko Widodo dan Ma’ruf Amin – yang menurutnya telah menjawab dengan mengatakan akan mendiskusikannya terlebih dahulu. Sementara pihak calon presiden nomor urut 02 – Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno belum memberi jawaban.

“Kita tunggu. Undangan juga baru kita kirim. Yang pasti Aceh ini sudah menjadi modal bagi Indonesia, dan kini kami inginkan Aceh jadi model bagi Indonesia. Ini kami harap menjadi langkah besar menuju Indonesia yang selangkah lebih baik,” kata Marsyuddin.

Uji baca Alquran di Provinsi Aceh senantiasa diberlakukan atas para calon anggota DPR Provinsi Aceh (DPRA) dan DPRD Kabupaten/Kota (DPRK). Namun ujian tersebut menjadi aturan wajib yang menentukan lolos tidaknya calon-calon itu. [*]

Sumber Berita dan Foto :

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60