ITALIA – Selama beberapa minggu terakhir, beberapa paus sperma atau paus kepala kotak membanjiri pantai Italia, dengan perut penuh plastik. Sampah plastik laut mengancam ekosistem laut beserta para nelayan di garis depan. Di San Benedetto del Tronto, mereka berperan aktif “memancing sampah plastik”, sebuah percobaan selama sebulan yang dilakukan dengan membawa sampah plastik yang terjaring kembali ke daratan daripada membuangnya lagi ke air.
Pada malam yang terang bertaburkan sinar bulan di lepas pantai Italia, para nelayan mengangkut hasil tangkapan biasa seperti: cumi-cumi, belanak merah, dan sampah plastik. Namun kali ini, mereka tidak akan membuang kembali sampah tersebut.
Sampah itu sebaliknya dikumpulkan, dianalisis, dan, jika memungkinkan, didaur ulang dalam percobaan resmi selama sebulan sebagai upaya membuat cetak biru (blueprint) untuk membersihkan laut.
Eleonora de Sabata, koordinator pelaksana Clean Sea Life, yakni gerakan laut bersih, mengemukakan, “Biasanya banyak nelayan membuang sampah kembali ke laut, karena hukum tidak memperbolehkan membawanya ke darat. Mereka tidak diizinkan membawa limbah sampah. Di pelabuhan tidak ada tempat untuk sampah semacam ini dan tidak jelas tanggung jawab siapa yang mengelolanya.”
Dilema itu diharapkan tidak bermasalah bagi sekitar 40 kapal nelayan yang berlayar dari kota resor San Benedetto del Tronto di pantai Laut Adriatik yang berpartisipasi dalam inisiatif tersebut.
Sejak proyek dimulai, para nelayan setiap minggu mengumpulkan sekitar satu ton sampah selama sebulan, 60 persennya merupakan sampah plastik.
Setiap hari, sejumlah relawan membuat daftar dan menyortir “tangkapan berbau” itu di dermaga.
Sebagian didaur ulang, sebagian lagi dibuang bersama limbah rumah tangga atau industri, tetapi tidak ada lagi yang dibuang ke laut.
Proyek ini dijadwalkan selesai pada 7 Juni lalu, sehari sebelum Hari Laut Sedunia, tapi sekarang diperpanjang hingga musim panas.
Penyelenggara berharap hal tersebut dapat memberikan solusi pengelolaan limbah sebesar-besarnya bagi Italia seluruhnya bahkan melebihi yang ada.
Sebagian besar sampah itu terdiri dari barang sekali pakai, seperti botol, piring dan peralatan makan, tapi juga termasuk jaring tua untuk menangkap ikan atau untuk pertanian kerang dan berbagai macam benda plastik, dari produk medis hingga onderdil bagian mesin faksimile.
Nelayan Claudio Uriani, 62 tahun menyortir hasil tangkapan ke ember berbeda, siap untuk dijual ke pasar.
“Dulu tidak ada orang di darat yang mengumpulkan plastik. Jika ikan menelan plastik itu, kemudian jadi sakit, maka kita juga bisa sakit,” kata Claudio.
Laut Tengah menghadapi masalah tambahan sebagai badan air yang pada hakekatnya tertutup yang dikelilingi oleh hunian padat penduduk. [*]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia