Pohuwato – Selain rumah-rumah yang unik mengapung di atas laut, suku Bajo Desa Torosiaje memiliki adat kepercayaan tolak bala, yang diyakini dapat mengusir segala penyakit yang menimpa suku Bajo. Proses adat ini biasanya dilakukan saat musim angin selatan antara Juni, Juli dan Agustus.
Adat Masoro namanya. Proses adat ini biasanya dilakukan saat ada indikasi penyakit yang menimpa masyarakat adat suku Bajo, kemudian diselenggarakan proses Adat Masoro untuk mengusir penyakit dan kesialan yang menimpa masyarakat Bajo.
Nasar Pasaru, salah satu punggawa atau anggota pemimpin adat Bajo menjelaskan “Disini dari sesi kebiasaan dari leluhur, seperti kalau ada pergantian musim. Mereka mengatakan ada penyakit-penyakit yang dibawah oleh beliau setan. Nah, disitu akan dibuat perencanaan ritual,” katanya, Maret (05/03/19).
Lanjut Nasar, bahwa proses adat ini dilakukan saat ada penyakit yang menyerang, seperti mutaber (penyakit radang pencernaan). Yang paling ditakutkan masyarakat dan proses adat ini terbukti ampuh dalam mengusir penyakit atau musibah lainnya yang menimpa masyarakat Bajo Desa Torosiaje.
“Biasanya yang mereka sangat takutkan itu seperti penyakit muntaber, dan sering terjadi. Dan dari pengalaman saya itu terbukti manjur dengan prosesi itu,” kata Nasar.
Prosesi Adat Masoro ini pertama mengadakan bahan, diataranya membuat perahu yang ditaruh layar agar dapat berlayar di laut lepas. Setelah itu menaruh makanan yang dimasak maupun yang mentah, ameka buah-buahan yang sesuai dengan makanan yang sering dimakan masyarakat suku Bajo.
Setelah bahan dan sesajen telah selesai dirangkai dalam satu perahu, adat masoro pun dimulai dan di pimpin oleh ketua adat atau pungawa adat yang memiliki peran atau orang yang ditokohkan di suku Bajo. Kemudian punggawa suku bajo melepas perahu yang berisi sesajen yang telah dimasukkan ke dalam sampan ke laut lepas.
Dalam proses adat ini memakan waktu tiga hari; dan selama tiga hari pelaksanaan adat masoro, masyarakat Bajo tidak bisa melakukan aktifitas keluar masuk kampung, melakukan aktifitas yang membuat keributan seperti memutar musik dengan volume keras, dan menerima tamu dari luar perkampungan suku Bajo karena dipercayai akan terkena pamali.
“Selama tiga hari itu ada pamalinya, tidak bisa pukul-pukul air saat mandi di laut, tidak bisa putar-putar musik keras, tidak bisa ribut-ribut. Suasana harus tenang,” ujar Nasar.
Saat prosesi adat masoro berlangsung, tamu atau pendatang dan juga nelayan yang masuk di wilayah pemukiman suku Bajo Desa Torosiaje, akan dikenai denda sesuai dengan aturan adat Bajo yang beraku.
“Selama prosesi adat berlangsung, juga ada istilahnya orang yang keluar masuk di kampung Torosiaje itu tidak bisa sembarangan selama tiga hari, dan jika melanggar akan dikenakan denda juga,” tutup Nasar. (KT-05)