Palu – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan cakupan akta kelahiran di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) sudah mencapai lebih dari 755 ribu atau 77,97 persen per 30 September 2018. Sedangkan di empat wilayah terdampak gempa angkanya berkisar 67,9 persen.
Hal itu disampaikan untuk menanggapi pernyataan Unicef yang menyebut hanya 33 persen anak yang terdaftar atau memiliki akta kelahiran di wilayah Sulteng yang terdampak gempa dan tsunami.
Adapun rinciannya, menurut Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, Kabupaten Sigi dan Kota Palu yaitu masing-masing 90,23 persen (72.150) dan 75,14 persen (90.627). Sementara itu, Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Donggala masing-masing 57, 61 persen (83.209) dan 49,06 persen (48.615).
“Unicef data dari mana dan tahun berapa? Sumbernya dari mana. Kalau data itu lebih valid, kami akan pakai. Kalau itu akurat, valid dan bisa dipercaya kita gunakan secara bersama-sama,” papar Zudan Arif Fakrulloh saat dihubungi VOA, Selasa (9/10).
“Setahu saya, otoritas yang menerbitkan data tentang akta kelahiran itu hanya Dukcapil,” kata Zudan.
Dia menambahkan pembuatan akta kelahiran juga sudah dapat dilakukan secara online, baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk peluncuran pembuatan akta kelahiran di luar negeri dilakukan oleh Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Seoul, Korea Selatan, pada awal September lalu.
Sebelumnya, Unicef mengatakan prihatin terhadap kondisi anak-anak yang menjadi korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Sebab, menurut Unicef, hanya 33 persen anak-anak terdampak bencana yang terdaftar atau memiliki akta kelahiran. Kondisi tersebut membuat anak-anak rentan terhadap eksploitasi dan perdagangan manusia karena sulitnya proses pelacakan keluarga.
Terkait perlindungan anak ini, Plt Kepala Pusat Kritis Kesehatan Kemenkes Eka Jusuf Singka mengakui tidak memiliki data anak yang terpisah atau tidak dengan keluarganya. Menurutnya, ke depan perlu pendataan khusus terkait anak korban terdampak bencana untuk memaksimalkan perlindungan terhadap korban anak.
“Untuk anak-anak ini saya tidak punya data pasti, bahwa yang ditangani ini terpisah atau ada ibunya. Nah itu mungkin ke depan harus diberikan keterangan,” kata Eka Jusuf, di Jakarta, Jumat (5/10).
“Misalkan, anak A ditemani ibunya atau tidak. Bahkan ada juga anak yang ditemukan meninggal sendiri atau dianggap tidak ada siapa-siapa lagi. Sangat bervariasi,” papar Eka lebih lanjut.
Eka Jusuf menambahkan saat ini Kemenkes fokus pada penyelamatan korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Setelah tahap ini, kata dia, barulah kementerian akan memberikan konseling kepada anak dan korban dewasa untuk mengatasi dampak trauma gempa. (*)
Sumber : VoA Indonesia