Jakarta – Pemukulan terhadap pegawai KPK terjadi ketika mereka sedang bertugas dengan perintah resmi. Sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi, staf KPK memantau kegiatan rapat Pemda Papua, DPRD Papua dan jajaran Kementerian Dalam Negeri di Jakarta. Namun kehadiran pegawai tersebut rupanya tidak dapat diterima staf Pemda Papua.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Yogyakarta, Rabu (6/2) mengakui, rapat tersebut adalah kegiatan resmi. Kata Tjahjo, pembahasan materi yang dihadiri oleh Direktorat Keuangan Daerah dari kementeriannya, berlangsung hingga pukul 23.00. Tjahjo mengklaim, aksi pemukulan terjadi setelah rapat selesai.
“Secara prinsip seharusnya siapapun tidak boleh main hakim sendiri. Ya, marilah kita ikuti saja proses hukum yang sekarang sedang ditangani oleh kepolisian,” kata Tjahjo Kumolo.
Ketika ditanya mengapa Pemda Papua mengadakan rapat di Jakarta, Tjahjo menyatakan bahwa pejabat Papua memang lebih sering datang ke Jakarta dalam rapat evaluasi. Bukan sebaliknya, pejabat Kemendagri yang datang ke Papua. Dalam rapat, dibicarakan mengenai evaluasi anggaran Pemda Papua. Para pejabat dari MRP dan DPRD Papua turut hadir di Jakarta.
“Kami juga menegur keras kenapa rapat kok sampai di hotel. Tapi karena diundang, ya okelah,” lanjut Tjahjo.
Disinggung mengenai isu dana ketok palu sebagai upaya memuluskam anggaran, Tjahjo mempersilahkan pemeriksaan lebih jauh jika memang ada indikasi. Namun dia meyakini, tidak ada pejabat di kementeriannya yang terkait isu itu.
“Saya kira sedang dalam proses penelitian, baik kepolisian maupun KPK. Kalau KPK sampai menugaskan petugasnya tentunya ada laporan masyarakat.Apapun kita saling menghargai,” imbuhnya.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada media menyatakan, lembaga itu akan mendampingi stafnya dalam proses lebih lanjut. Staf KPK sendiri telah menjalani perawatan akibat tindak kekerasan itu. Di sisi lain, Pemda Papua juga melaporkan balik staf KPK dengan delik pencemaran nama baik.
“KPK memastikan akan memberikan dukungan penuh, termasuk pendampingan hukum terhadap pegawai KPK yang diserang saat menjalankan tugasnya. Karena yang bersangkutan melakukan kegiatan berdasarkan penugasan resmi KPK,” kata Febri kepada media.
Pengawasan kegiatan Pemda merupakan bagian dari upaya pencegahan korupsi. Apalagi Papua memperoleh perhatian khusus, dengan harapan pembangunan di sana dapat dirasakan manfaatnya secara maksimal. Jika ada upaya penyalahgunaan anggaran, di manapun itu, maka KPK akan menindaknya dengan tegas.
Sementara itu, Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat Korupsi) UGM, Yogyakarta, menilai serangan kepada KPK telah berubah bentuk. Dulu, KPK diserang melalui upaya mengurangi kewenangan dan pengajuan hak angket di DPR. Kini, serangan banyak dilakukan secara fisik.
Pukat UGM mencatat sejumlah kasus menonjol. Di antaranya adalah penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, teror penabrakan kendaraan pegawai KPK, perusakan kendaraan, juga perampasan perlengkapan penyidik. Kasus perampasan tas berisi laptop dialami salah seorang penyidik KPK, Surya Tarmiani, ketika selesai melakukan pemeriksaan perkara. Yang tidak boleh dilupakan adalah pelemparan bom molotov di rumah Ketua KPK Agus Raharja dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif belum lama ini.
Zaenur Rohman, peneliti Pukat UGM mengatakan, dari kasus-kasus itu, sejauh ini tidak ada satupun yang berhasil dituntaskan oleh polisi.
“Karena kasus-kasus sebelumnya tidak bisa dituntaskan, maka kami juga pesimistis, kasus penganiayaan penyelidik ini juga akan dituntaskan dalam waktu dekat. Mengapa pesimisme ini muncul, karena kasus-kasus terdahulu tidak tuntas. Teror bom di Indonesia, hampir semua bisa diungkap polisi. Tetapi teror bom di rumah pimpinan KPK ini belum ada titik terang. Ini menimbulkan pesimisme,” jelas Zaenur Rohman.
Menurut Zaenur, kasus terakhir di Hotel Borobudur seharusnya mudah ditelusuri. Ada banyak pihak yang melihat aksi tersebut. Di samping itu, hotel pasti memiliki CCTV yang merekam rangkaian kejadian secara lengkap.
Jika tidak diusut dengan baik, kasus ini akan mengakibatkan impunitas. “Sangat berbahaya bagi pemberantasan korupsi, karena akan mendorong pihak yang berurusan dengan KPK dalam kasus korupsi, untuk menggunakan kekerasan. Dengan mudah mereka bisa melalukan penyerangan fisik. Tidak ada rasa takut karena selama ini serangan terhadap KPK tidak ada yang diungkap tuntas,” pungkas Zaenur. [*]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia