Pojok6.id – Rabu, 9 Maret 2022, menjadi sejarah bagi saya pribadi sebagai wartawan daerah Pohuwato, bersama 14 wartawan lainnya di berbagai kota/daerah di Indonesia, berkesempatan berbincang dengan bos besar sebuah perusahaan kosmetik ternama di Indonesia. Perempuan tangguh dibalik suksesnya brand Wardah.
Dialah Nurhayati Subakat. Terlahir 72 Tahun lalu, tepatnya 27 Juli 1950, di Padang Panjang, Provinsi Sumatra Barat. Kota kecil berjuluk Serambi Madinah itu juga dikenal sebagai Mesir van Andalas (Egypte van Andalas), yang berarti Mesirnya pulau Sumatera. Dialah founder PT Pusaka Tradisi Ibu (PTI) 1985. Seiring waktu, tepatnya tahun 2011, nama perusahaan berganti PT Paragon Technology And Innovation. Perusahaan kosmetik ternama di Indonesia. Seorang pembuat kosmetik yang cinta Pendidikan.
Bos besar perusahaan kosmetik itu jadi pemateri non jurnalistik untuk kami 15 wartawan fellowship jurnalistik pendidikan (FJP) angkatan 4 tahun 2022. Sebagai wartawan daerah tentunya saya sangat senang. Berbincang dan mendengarkan wejangan dan nilai kebermaknaan yang diterapkan Bu Nurhayati Subakat kepada keluarga dan Paragonian Indonesia.
Didikan keluarganya yang begitu mencintai dunia Pendidikan, mengalir dalam diri Nurhayati. Nurhayati kecil tinggal di kota yang memiliki bangunan rumah adatnya yang sangat indah, yaitu Rumah Gadang. Rumah adat unik, bagian atap rumahnya menyerupai tanduk kerbau, atau orang Minang menyebutnya “Gonjong“. Selain itu ada alam yang indah disana, di bagian utara dan agak ke barat berjejer tiga gunung: Gunung Marapi, Gunung Singgalang dan Gunung Tandikek.
Nurhayati Subakat begitu bersemangat saat berbincang tema pendidikan, pada pertemuan virtual bersama para wartawan. Ia begitu peduli terhadap pendidikan, menjadikan Paragon sebagai wadah untuk memajukan pendidikan melalui visi-misi perusahaannya. Tujuannya adalah kemajuan pendidikan Indonesia melalui Paragon.
“Pendidikan ini menurut saya sangat-sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa,” Kata Nurhayati Subakat membuka bincang bermanfaat secara virtual dengan para mentor dan peserta fellowship jurnalistik pendidikan (FJP) angkatan 4 tahun 2022.
Nama Nurhayati bermakna “Cahaya Hidupku”, tutur Ibundanya kepada Nurhayati tentang arti namanya, seperti yang dituliskan dalam buku biografinya berjudul hidup bermakna dengan lima karakter yang ditulis Yudhistira ANM Massardi. Lahir setelah Agresi II Belanda 1950, sebagai anak keempat dari delapan bersaudara. Nurhayati diharapkan jadi cahaya bagi keluarga.
Masa kecil hingga remaja Nurhayati dibesarkan di kota Mesirnya pulau Sumatera itu. Nurhayati kemudian kuliah di ITB jurusan Farmasi sesuai saran Ibundanya. Di ITB itulah ia mencatatkan sejarah sebagai lulusan farmasi ITB 1975 dengan predikat terbaik, Apoteker Terbaik ITB 1976 serta pemegang penghargaan KALBE FARMA AWARD. Itulah cerita singkat Nurhayati muda.
Diusianya yang ke 72 tahun ini, Nurhayati tidak henti-hentinya memberikan teladan kepada generasi kedua penerus Paragon. Menciptakan generasi untuk penerus penyebar kebermaknaan bagi lingkungan sekitar dan bangsa Indonesia. Hal yang sama dibagikan kepada kami 15 wartawan FJP tahun 2022.
Hingga pada satu sesi tanya jawab, salah satu rekan wartawan FJP mengajukan pertanyaan kepada Bu Nurhayati, “Dulu Ibu sempat ingin menjadi dosen, kemudian bagaimana Bu Nur banting setir (beralih pekerjaan) jadi pengusaha? Bagaimana menanamkan makna ke bermanfaatan, dan apa Cita-citanya untuk Indonesia.” Mendengar itu Bu Nurhayati tersenyum, cantiknya masih terpancar, yang nampak dari lesung pipinya.
Bos besar perusahaan kosmetik itu mengatakan, dirinya membangun perusahaan selayaknya membangun keluarga. Karyawan Paragon ditanamkan arti kebermaknaan sebagaimana semangat membantu sekitar. Semangat perusahaan membangun Pendidikan yang diekstrak dalam 5 nilai penting Paragon: Ketuhanan, Kepedulian, Kerendahan Hati, Ketangguhan dan inovasi.
“Pendidikan yang sangat penting sekarang adalah pendidikan dari kecil. Semua itu diajarkan, dibiasakan sehingga menjadi sebuah kebiasaan sudah menjadi karakter. kalau sudah menjadi karakter sudah menjadi darah daging. Di Jepang itu pendidikan karakter sudah diajarkan dari kecil,” Kata Nurhayati Subakat.
Tangan dingin Nurhayati Subakat nahkodai Paragon hingga 37 tahun, turut membangun ekosistem Pendidikan Indonesia dengan berkolaborasi. Sedikitnya ada kurang dari 200 komunitas Paragon yang tersebar di 34 provinsi: 14.500 lebih guru di 116 sekolah, 4.300 lebih dosen di 156 Perguruan Tinggi (PT). Kurang dari 440.000 anak muda yang kuliah beasiswa di 600 Perguruan tinggi. Dan telah membentuk 1.250 relawan yang mengurus 125 bank sampah, 72 taman baca dan 59 posyandu.
Semangat Ibu
Jiwa bisnis Nurhayati Subakat lahir dari kedua orang tuanya. Namun sosok ibunda telah membentuk semangat baja Nurhayati sejak kecil. Jiwa sosialnya yang tinggi menurun dari sosok sang ayah Abdul Muin Saidi. Abdul Muin ialah tokoh Muhammadiyah Padang Panjang, Sumatera Barat. Dia juga dikenal sebagai orang berpendidikan tinggi pada masa itu.
“Ibunda saya, Ibu Nurjanah, sosok ibu tunggal yang berjuang membesarkan putra-putrinya sejak Bapak, Abdul Muin Saidi, berpulang ketika saya berusia 16 tahun. Sosok yang menanamkan mental kerja keras kepada putra-putrinya melalui keteladanan,” kata Nurhayati seperti dalam buku biografinya berjudul hidup bermakna dengan lima karakter yang ditulis Yudhistira ANM Massardi.
Nurhayati muda merupakan sarjana terbaik di ITB 1975. Juga Apoteker ITB 1976 Lulus Terbaik mendapat KALBE FARMA AWARD. Cukup mumpuni. Namun kisah berliku tidak luput dilaluinya. Suksesnya tidak didapat semalam.
Masa muda Nurhayati juga pernah mengalami sulitnya mencari kerja. Menyandang gelar sarjana terbaik tidak memuluskan jalannya memulai karier. Beberapa kali lamaran kerjanya di tolak, termasuk lamaran jadi dosen. Ia bahkan pernah bekerja di salah satu apotek tanpa dibayar selama tiga bulan. Situasi itu kemudian mendorong dirinya untuk mundur dari kerjaan. Pilih pulang kampung di Padang Panjang setelah kian lama di rantauan.
Dasar tidak ingin berdiam diri, Nurhayati di kampung kembali mencari kesibukan. Diatas kertas lamaran kerja, sarjana terbaik ITB itu bermohon untuk bekerja. Saat itu, nasib baik menghampirinya, lamaran kerjanya berlabuh di RSUP Padang. Namun bekerja sebagai apoteker muda di rumah sakit itu hanya sebentar. Bahkan tawaran jadi PNS pun ditolaknya. Itulah Nurhayati muda. Ia menikah dan memilih ikut suami ke Jakarta.
“Itu pun saya jadi pegawai honorer. Saya ingat gajinya cuma 20 ribu di bawah UMR, tapi saya kerjakan itu sampai 1 tahun setengah (1977-1978). Saat saya menikah. Itu saya sempat jadi calon PNS tapi ternyata susah juga ngurusin pindah, akhirnya saya tinggal aja,” Ujarnya
Petuah ibundanya kepada Nurhayati sejak kecil yang membersamai langkahnya hingga dewasa. “Kalau kelak jadi pengusaha, uang akan datang setiap hari. Kalau jadi pegawai, kita harus menunggu sampai satu bulan baru bisa mendapatkan uang. Anak perempuan baiknya jadi pengusaha. Dengan begitu, kita bisa berniaga sekaligus mengasuh anak, karena tidak terikat waktu”. Begitu pesan ibundanya kepada Nurhayati sejak masa SD, yang ditulis Yudhistira ANM Massardi dalam biografi Nurhayati Subakat.
Semangat Nurhayati kembali menyala di Jakarta. Meski sempat ditolak bekerja di apotek Kampung Melayu, ia akhirnya diterima di perusahaan di Jl. Raya Bogor. Semasa itu (1979-1985) karirnya melejit hingga menjabat QC (Quality Control) Manager. Namun kali ini ia yang mengalah untuk keluarga. Katanya ingin fokus kepada keluarga: merawat suami dan 3 orang anak.
Namun situasi itu berubah menjadi awal mula lahirnya Paragon. Bisnis UMKM itu lahir dengan nama PT Pusaka Tradisi Ibu menorehkan sejarahnya dengan membuat produk pertamanya bernama Putri tahun 1985. Dirumahnya. Nurhayati dibantu 2 pekerja. Modalnya disiplin ilmu, pengalaman dan semangat jiwa sosial untuk bermanfaat bagi sekitar.
“Saya lihat dari beberapa kali kekesalan saya ternyata saya ingat, sekarang saya bilang, untung saya tidak terima jadi dosen, untung ada CEO yang galak itu. Akhirnya saya bisa mendirikan perusahaan ini,” Cerita Nurhayati
Pendidikan Harga Mati
“Saya merasakan kedua orang tua kami ini visioner. Yang paling penting itu pendidikan,” Kenang Nurhayati Subakat menceritakan bagaimana kepedulian bapak dan Ibundanya terhadap Pendidikan keluarga.
Di keluarganya, pendidikan adalah nomor satu. Pasca ditinggalkan sang ayah saat masih usia sekolah tidak menyurutkan semangat ibunda Nurhayati Subakat untuk menyekolahkan para generasi penerus keluarganya.
Ia mengenang, pada satu waktu ketika beberapa rekan bapaknya saat itu merasa iba melihat kondisi ibundanya yang berjuang menyekolahkan 8 anak. Rekan bapak Nurhayati mencoba membujuk ibundanya untuk mengajarkan Nurhayati dan saudaranya untuk berdagang dan berhenti sekolah.
“Tapi ibu saya bilang, anak – anak saya sekolahkan walaupun dengan susah payah. Ibu saya memilih bersusah payah menyekolahkan daripada anaknya tidak sekolah,” Kata Nurhayati
Pendirian ibundanya begitu kuat. Nurhayati mengatakan sukses pendidikan bagi diri dan para saudaranya tidak lepas dari kekuatan doa Ibu. Semangat juang keluarga itu tumbuh dan tidak lepas dari ajaran agama. Hal serupa juga yang diterapkan Nurhayati Subakat membangun kekuatan bisnisnya. Menempatkan pendidikan dan kesehatan pada misi utama pengembangan perusahaan.
“Satu kata yang sering disampaikan sama ibu kami adalah kita gak usah khawatir. Setiap kesulitan Insha Allah ada kemudahan,” Ujarnya
Inovasi hasil karyanya mengantarkan Nurhayati Subakat menjadi salah satu dari 25 pebisnis perempuan yang paling berpengaruh menurut versi Forbes Asia 2018. Hingga saat itu, Jumat, 5 April 2019, Nurhayati Subakat dianugerahkan sebuah gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dianugerahkan. Nurhayati menjadi perempuan pertama yang menerima gelar Dr. (HC) sepanjang sejarah 1 abad ITB.
Paragon Untuk Indonesia
Siapa sangka, UMKM yang berawal dari 2 karyawan itu kini bertransformasi menjadi perusahaan raksasa. Menebar manfaat bagi 12.000 Paragonian. Bu Nurhayati menyebut karyawan di Paragon sebagai Paragonian. Semangatnya untuk membangun Indonesia.
“Kalau kami memikirkan diri sendiri, sebetulnya yaudah jual aja perusahaan ini, udah banyak perusahaan asing yang nawar. Harganya lumayan, puluhan triliun, tapi kita nggak ambil itu,” Ujarnya
Berhasil jadi pengusaha sukses, Nurhayati terus berkomitmen memajukan pendidikan Paragonian Indonesia. Semangat itulah yang diharapkan dapat tersampaikan hingga seluruh pelosok Indonesia, memajukan pendidikan melalui kerja jurnalistik bersama Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP).
“Kalau anak saya bilang, selama indonesia benderanya merah putih kami tidak akan jual perusahaan ini. Itu semangatnya tim,” Tuturnya
Konsistensinya untuk memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar jadi motivasi utama. Membakar semangat memberi makna untuk sekitar jadi kunci utama Paragon tumbuh berkembang.
“Bagaimana kita menjadi raja di negeri sendiri. Tujuannya hidup bermakna, efek sampingnya tumbuh,” Kata Nurhayati menggambarkan cita-citanya kedepan untuk Paragon dan Indonesia. (Nal)