Menikmati Karya Seni “Not Khatulistiwa” di Ketinggian 10 Meter

“Not Khatulistiwa” karya Iwan Yusuf yang dibuat diatas sepetak sawah seluas 1500 meter persegi di Desa Huntu Selatan, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango. (Foto: Hartdisk)

GORONTALO – “” itulah judul karya seni tunggal buatan seniman Iwan Yusuf. Karya itu dibuat di atas sepetak sawah seluas 1500 meter persegi di Desa , Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango. Pameran ini berlangsung dari tanggal 27 desember 2019 hingga 12 januari 2020 dan pameran ini merupakan bagian dari pameran seni rupa pasca panen padi .

Sejak Jumat siang (27/12/19), para pengunjung sudah memadati bahu Jalan Khalid Hasiru Desa Hutu. Diiringi musik gambus, para pengunjung menunggu Martin Ali, perempuan paruh baya yang menjadi pemilik sawah yang diubah menjadi sebuah karya seni bertemu menghadap bumi. Martin Ali diberikan kepercayaan untuk membuka kegiatan tersebut.

Setelah ceremony pemotongan pita merah oleh Martin Ali tanda dibukanya pameran.Panitia mempersilakan pengunjung yang ingin melihat karya seni Not Khatulistiwa menaiki tangga bambu setinggi 10 meter.

Read More
banner 300x250

Sampai di ketinggian 10 meter, pengunjung akan dimanjakan dengan bibit padi yang membentuk not balok. Tak sedikit pengunjung yang mengabadikan karya seni yang dibuat di persawahan itu. Salah satunya Riyan Rizki Gobel, ia berswafoto mencoba mengabadikan karya unik itu semaksimal mungkin dengan ponsel pribadinya.

“Keren. Jarang-jarang melihat sawah yang memiliki bentuk sekeren ini,” kata Rian kepada Pojok6.id saat menikmati karya seni berbentuk not balok diatas ketinggian 10 meter itu.

Tak hanya masyarakat biasa, para seniman pun turut menikmati pameran itu. Salah satunya Rizal Misilu, seniman berdarah Gorontalo yang telah berkarir di Jogja itu mengatakan bahwa, karya seni ini adalah respon terhadap lingkungan.

“Di beberapa tempat juga ada, di Jawa juga ada yang mirip seperti ini. Tapi yang spesifik dari Iwan dia menggunakan media sawah, ada juga kawan-kawan yang menggunakan sawah tapi konsepnya tidak seperti ini” kata Rizal di sela-sela ia menikmati pameran itu.

Menurutnya konsep menghadap bumi ini adalah karya seni untuk merespon tentang isu lingkungan. Dan karya ini memiliki makna agar orang mengenal lebih dalam tentang bagaimana nilai-nilai bumi itu.

Selama ini Rizal beranggapan bahwa wilayah di luar pulau Jawa adalah wilayah yang tidak tersentuh dengan dunia . Pikiran itu hadir sebelum mengenal seniman asal Gorontalo.

“Setelah saya kenal dengan mereka (seniman lokal Gorontalo) sejak tahun 2018 ternyata mereka telah berproses dan berkesenian dan itu sangat luar biasa,” katanya.

Ia pun melihat kesenian di Gorontalo memiliki masa depan yang cerah. Hal itu terlihat dengan banyaknya orang yang sukarela meluangkan waktu tenaga dan biaya pribadi untuk berkesenian. Mengutip istilah kolektor Dr. Oei Hong Djien, Risal mengatakan merek (seniman Gorontalo) adalah aktivis seni yang tidak mempedulikan sisi komersial atau bisnis.

“Itu (aktivis seni) di dunia sangat langka, di Jogja pun hampir saya tidak menemukan ya. Ini mereka melakukannya atas dasar berkesenian,” tutup Rizal.(IYS)

 

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60