Gorontalo – Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Gorontalo melakukan pertemuan bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Gorontalo, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XV Gorontalo dan Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA), di kantor DLHK (25/02/19). Dalam pertemuan itu Japesda mendiskusikan soal Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yang di khususkan pada cagar alam Mangrove di Pohuwato.
Japesda dalam diskusi itu menyoalkan area tambak yang sudah memasuki area konservasi di tanjung panjang Pohuwato, yakni di sepanjang Randangan dan Popayato. Alasan itu yang mendorong Japesada melakukan pertemuan dengan DLHK Provinsi.
Rahman Dako anggota Japesda dalam pertemuan itu memastikan sikap pemerintah tentang program pemerintah pusat, yakni program pembebasan hutan konservasi TORA
“kenapa wilayah yang masuk dalam hutan konservasi itu dijadikan tambak hingga ratusan hektar, dan kami ingin mengklarifikasi dan memastikan niatan pemeritah itu seperti apa? Apakah masih dipertahankan sebagai cagar alam atau dilepas?,” kata dia saat diskusi berlangsung.
Andi Stiawan selaku BPKH Wilayah XV Gorontalo mengungkapkan. Terkait dengan cagar alam dan juga hutan lindung yang ada di Pohuwato. Bahwa pihaknya sudah melakukan sosialisasi terkait dengan TORA. Dia juga menjelaskan bawa awalnya wilayah Tanjung panjang itu tidak dimasukan dalam program TORA.
“Awalnya sebenarnya itu tidak kami masukan itu, dengan Tora. Karena kami sudah tau bahwa itu prosesnya sudah berjalan, banyak pihak yang juga membahas itu dan juga Ombudsman juga masuk, kemumudian Komnasham juga sudah masuk dan proses hukunya juga sudah berjalan,” Ujar Andi.
Dan dalam peta indikatif yang ketiga Pohuwato sudah dimasukan dalam program TORA. Andi juga menjelaskan bahwa pada peta indikatif pertama dan kedua Tanjung Panjang di Pohuwato belum dimasukan dalam wilayah “Program TORA”. Dia juga mengungkapkan “kami fikir ini sudah di proses, biarlah proses itu berjalan. Sehingga kami memproses yang lain. Terus kami komunikasinkan dengan teman di pusat ada maslah seperti itu di Pohuwato” katanya.
Dengan demikian kata Andi, mengulang kalimat saran dari pusat “Kenapa tidak dimasukan kedalam TORA?” dalam program TORA juga ada yang namanya tim Penyelesaian Permasalahan Kawasan Hutan (PPKH) yang juga dibawah kendali Mentri Koordinator (Menko) Perekonomian. Atas saran dari pusat dan juga melakukan revisi yang ketiga memasukan Pohuwato dalam TORA.
Samsudin Hadju selaku BKSDA mengatakan bahwa, dalam pembebasan lahan wilayah konservasi cagar alam, pihaknya sudah melakukan tindakan yang represif pada kegiatan pembebasan yang ada di tanjung panjang, dengan pendekatan persuasive dan pertemuan di wilayah itu.
Dia juga menjelaskan bahwa saat TORA sudah memegang peta Indikatif. Tetapi pemilik tambak sudah memegang lebih dahulu wilayah tambak itu, daripada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) itu sendiri.
“Saya sempat Drop, saya memulai kegiatan represif itu saya baru mendata 10 orang terbesar pemilik tambak di tanjung panjang, untuk saya jadikan satu kasus,” kata Samsudin.
Nurain Lapolo yang juga anggota Japesda dalam pertemuan itu mengjukan saran sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Japesad. Bahwa pemerintah harus melakukan disablement atau asuransi untuk membebaskan wilyah cagar alam.
“Kami juga ingin memberikan masukan dan ini juga sudah di diskusikan pada seminar mangrove tanggal 20 Maret waktu itu. disitu mekanismenya kita bisa dan paling memungkinkan sekenario jangka pendek yaitu 5 tahun, jangka menengahnya 10 tahun dan jangka panjanya itu 20 tahun. mereka diberikan tenggang waktu artinya pemerintah tidak sertamerta mengambil wilayah itu, memberikan batasan dengan jangka waktu yang tadi,” kata Ain.
TORA merupakan program kepemerintahan Presiden Jokowi dan juga masuk dalam Nawacita dan diakhir pertemuan itu Kepala Dinas DLHK Bambang Trihandoko akan melakukan pertemuan kembali terkait program TORA di Tanjung Panjang, yang sebelumnya program ini dilakukan di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo Utara dan Boalemo. (KT-05)