Jakarta – Platform petisi online change.org mencatat, tujuh kemenangan terbesar dan topik terpopuler tahun 2018 didominasi isu lingkungan. Direktur Komunikasi change.org, Desmarita Murni mengatakan, hal ini menggambarkan besarnya keprihatinan masyarakat di sektor tersebut.
“Yang dukungnya banyak. Jadi kalau di sini kan petisi terpopuler adalah yang tanda-tangannya banyak. Selain itu kuantitas petisinya juga banyak. Jadi kita melihat memang ada tren seperti itu,” jelasnya kepada wartawan usai peluncuran catatan tahunan di Jakarta, Kamis (20/12) sore.
Platform ini mencatat, dari tujuh petisi dengan “kemenangan terbesar”, lima di antaranya terkait lingkungan dan perlindungan hewan. Petisi-petisi ini adalah: jatuhi hukuman terhadap perusahaan pembakar lahan, larangan pakai aksesoris dari cendrawasih, hentikan pengiriman hiu paus dari Berau ke Ancol, bebaskan ahli lingkungan Bambang Hero dari tuntutan, dan bebaskan ahli lingkungan Basuki Wasis dari tuntutan.
Sementara dua kemenangan lainnya adalah menolak hukum yang membuat DPR kebal kritik dan tidak perlu label SNI untuk mainan pribadi dari luar negeri.
Isu Korupsi, Perempuan, dan Toleransi Selalu Jadi Perhatian Warganet
Dari segi jumlah tanda-tangan, terdapat enam kategori yang menjadi perhatian masyarakat pada 2018. Topik lingkungan memimpin posisi pertama (2,11 juta tanda tangan), disusul perlindungan hewan (1,98 juta), anti-korupsi (794 ribu), kekerasan terhadap perempuan (701 ribu), demokrasi (598 ribu), dan toleransi (580 ribu).
Topik-topik tersebut memang menjadi perhatian warganet dalam beberapa tahun terakhir dengan sedikit pergeseran. Pada 2017 topik terpopuler adalah hak asasi manusia (HAM) sementara pada 2016 adalah toleransi.
Desma mengatakan, pemerintah perlu mendengarkan aspirasi masyarakat yang tercermin dalam petisi online ini. Respon itu penting meski perubahan kebijakan sendiri dapat berlangsung lama.
“Bisa dibaca oleh pengambil kebijakan bahwa ini sesuatu yang perlu didengar. Mungkin dari pembuat petisi berharap pembuat kebijakan juga mendengar atau merespon atau memenuhi tuntutan itu,” harapnya.
“Jadi ada tuntutan-tuntutan yang berhasil dan masih berproses, karena misalnya terkait dengan perubahan undang-undang dan lain-lain itu bukan sesuatu yang sebentar ya, biasanya berproses,” jelasnya.
Petisi Gajah Bunta, Agni, dan Nuril Menarik Perhatian Besar
Sejumlah petisi yang dimulai pada 2018 masih belum mencapai target namun menarik perhatian besar. Pada isu lingkungan, ada petisi RIP Bunta yang menuntut pelaku pembunuhan dan pencurian gading gajah bernama Bunta di Aceh dihukum seberat-beratnya. Petisi yang digagas Teungku Nurhayati ini telah mendapatkan 386 ribu tanda-tangan dari target 500 ribu.
Saat ini, pelaku sudah didakwa empat tahun enam bulan di pengadilan. Namun penggagas petisi ini meminta penegak hukum mengungkap dalang di balik kasus itu. “Tetapi kita harus melihat juga, kita harus mengawal dengan ketat. Hakim juga harus melihat seadil-adilnya. Siapa tahu dia hanya suruhan orang,” ujar perempuan yang akrab disapa ‘umi’ ini kepada VOA usai peluncuran catatan tahunan.
Sementara dalam isu perempuan ada dua petisi yang menyita perhatian publik. Petisi usut tuntas pemerkosaan mahasiswi UGM Agni mendulang 247 ribu tanda-tangan, sementara amnesti untuk Nuril, guru di Mataram yang dilecehkan kepala sekolah, menggaet 236 ribu dukungan.
Penggagas petisi Agni, Yulianto Parulian, adalah mahasiswa Universitas Sriwijaya dan tidak punya hubungan langsung dengan Agni maupun UGM. Namun dia memulai petisi untukmengkritik sikap universitas dan mendukung korban pelecehan seksual.
“Saya mau kasus ini jadi momentum untuk semua universitas supaya nggak main-main lagi sama korban. Karena setiap universitas itu kalau menghadapi kasus pelecehan seksual itu kayaknya acuh tak acuh,” jelasnya kepada VOA dalam kesempatan yang sama.
“Supaya banyak korban yang mungkin nggak berani speak up karena nggak ada yang mendukung. Karena melihat ada petisi, banyak juga yang mendukung, merasa kalau ‘saya ngomong saya banyak yang mendukung’. Jadi berani,” harapnya.
Platform change.org mulai beroperasi di Indonesia sejak Juni 2012 dengan 8 ribu pengguna. Pada akhir 2017 penggunanya mencapai 4 juta orang dan naik signifikan ke 6 juta orang pada 2018. [*]
Sumber Berita dan Foto : VoA Indonesia