GP Ansor Gorontalo: Pencegahan Radikalisme Kewajiban Kita Bersama

Pencegahan Radikalisme

Pojok6.id (Gorontalo) – Perkembangan radikalisme dan terorisme di Indonesia tidak bisa kita anggap sederhana. Di tahun ini berapa banyak yang ditangkap Densus 88, mengindikasikan bahwa terorisme masih menghantui negeri ini.

Ketua PW GP Ansor Gorontalo Risan Pakaya menyebutkan, bahwa FGD pencegahan dan terorisme sebagai bentuk perhatian kita bersama yang ikut peduli terhadap perkembangan tersebut.

“Kita dari PW Gorontalo bersama-sama dengan Satgaswil Densus 88 Antiteror Gorontalo, Kepolisian Daerah Gorontalo, Korem 133/Nani Wartabone, BIN Daerah Gorontalo, FKPT Wilayah Gorontalo, Kesbangpol, dan dinas terkait lainnya, selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap pertumbuhan radikalisme-terorisme di seantero Indonesia,” ungkapnya.

Read More
banner 300x250

Ia menambahkan, pekerjaan dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan ekstremisme yang berujung pada terorisme, menjadi kewajiban kita bersama. Tidak hanya tugas kepolisian atau militer, tetapi tugas kita bersama.

“Pancasila sebagai dasar negara harus menjadi inspirasi kita dalam berkehidupan dan bernegara. Sebab itulah, moderasi beragama sebagai salah satu penangkal keterlibatan seseorang dalam jaringan radikalisme-terorisme menjadi topik diskusi pada siang hari ini. Dan diakhir diskusi kita akan membahas perkembangan dan strategi pencegahan dan penanggulangan radikalisme-terorisme,” ungkapnya.

Risan juga mengajak kepada peserta FGD terus melakukan yang terbaik untuk negeri ini dalam mengawal Pancasila, demokrasi, toleransi, kerukunan umat antar beragama dan saling dewasa dalam melihat perbedaan.

“Perbedaan adalah keniscayaan, tapi jangan sampai melahirkan perpecahan. Hal-hal khilafiyah/perbedaan tidak perlu lagi digembor-gemborkan, seperti ingin mengganti sistem demokrasi dengan Khilafah Islamiyah yang multi-tafsir di kalangan ulama-ulama dunia. Kita sudah selesai dengan Pancasila,” tambahnya.

Disisi lain, perkembangan teknologi tidak menutup kemungkinan munculnya narasi-narasi anti Pancasila, anti demokrasi, anti maulid nabi, anti kearifan lokal dan lain sebagainya.

“Kita perlu menyadari bahwa media sosial ada positif dan negatifnya. Salah satu negatifnya dijadikan tempat penyebaran paham-paham yang tidak sesuai dengan karakter keindonesiaan. Kita wajib melakukan kerja kontra narasi/ideologi setiap harinya sesuai kemampuan yang dimiliki masing-masing,” tutupnya. [**]

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60