Diaspora Asal Semarang Perkenalkan Mandi Bunga Lewat Sabun “Bali” di AS

Sabun
Pendiri bisnis sabun Lunaraya, Siany Wulandari saat berjualan di pasar kaget di Seattle, Washington (dok: Siany Wulandari)

Pojok6.id (Washington, DC) – Terinspirasi oleh bisnis sabun yang turun temurun di keluarganya, perempuan asal Semarang, Siany Wulandari lalu tergerak untuk membangun bisnis “Lunaraya” di Seattle, Washington, AS.

“Keluarga saya itu di Indonesia (punya) pabrik sabun. Dari kakek saya. Dari tahun 1950an,” ujar Siany Wulandari kepada VOA belum lama ini.

Nama Lunaraya sendiri berasal nama belakang Siany, Wulandari, yang berarti bulan purnama dalam bahasa Jawa.

Read More
banner 300x250

“Bulan purnama. Luna itu bulan. Raya kan artinya kayak great, besar gitu, jadi sama artinya. Bulan purnama,” ujar perempuan yang sudah berdomisili di AS selama 5 tahun ini.

Belajar di Tengah Pandemi

Sejak kecil Siany sudah mengenal proses pembuatan sabun dan juga melihat berbagai kegiatan di pabrik sabun keluarganya. Ia pun juga sudah mengenal beragam aroma dan bahan yang digunakan untuk membuat sabun.

Namun, mengingat bahan yang digunakan berbeda dengan di Indonesia, Siany harus kembali belajar.

Ketika pandemi COVID-19 melanda AS, Siany yang jadi memiliki lebih banyak waktu luang lantas menggunakan kesempatan tersebut untuk mengulik lebih lanjut cara membuat sabun sendiri.

“Untuk belajar sebenarnya untuk dari online itu banyak sekali. Resource-resources itu banyak. Dan ya, tetap mau enggak mau kita harus trying to practice by ourselves gitu,” jelasnya.

Awalnya, Siany melakukan riset untuk membuat sabun yang cocok bagi kulitnya yang sensitif akan bahan kimia SLS (Sodium Lauryl Sulfate) yang biasa terkandung dalam sabun dan sampo. Namun, siapa yang menyangka bahwa hasil risetnya itulah yang lalu membuka jalan baginya untuk membangun bisnis di AS.

“Terus waktu pandemi, karena kita punya banyak waktu ya akhirnya saya jadi bikin ini gitu. Terus juga berawal dari bagi-bagi ke teman, ke keluarga,” cerita Siany.

Sabun
Siany memperkenalkan mandi bunga khas Indonesia lewat bathsalt aroma Bali (dok: Siany Wulandari)

Bahan Alami dan Unsur Seni

Hingga kini, Lunaraya memiliki berbagai produk sabun, bath salt dan produk perawatan tubuh yang bisa dibeli secara daring atau juga di berbagai festival dan pasar kaget di sekitar Seattle, dengan harga sekitar 10 dolar AS atau 145 ribu rupiah.
Melalui produk-produk buatannya, Siany mengutamakan bahan yang alami, dengan tampilan bentuk dan unsur seni yang cantik, seperti batu permata, serta warna yang menarik.

“Ada bentuk-bentuk yang sangat unik, sama warna dan bau yang luar biasa,” ujar Talisman, pelanggan Lunaraya di Seattle.

Tidak hanya itu, seluruh produk Lunaraya juga minim sampah, tidak menggunakan plastik dan menggunakan kemasan yang dapat di daur ulang.

“Dan untuk yang (dijual di pasar, tatap muka) saya totally enggak pakai (kemasan),” jelasnya.

Semua ini membuat produk Siany memiliki daya tarik tersendiri, khususnya bagi beragam pelanggannya yang mencari sabun berbahan organik dan alami, juga pelanggan yang menyukai unsur seni pada sabun Lunaraya.

“Mereka sebenarnya tertarik dari art-nya sabun itu sendiri. All natural-nya itu extra point buat mereka,” tambah Siany.

Tidak lupa akan tanah airnya, Siany berusaha menyelipkan unsur Indonesia dalam produk-produknya, salah satunya melalui bath salt dengan bunga asli, dimana ia memperkenalkan tradisi mandi bunga yang tidak begitu lazim di AS. Ia pun menamakan produk istimewanya ini Bali Vibes.

“Kenapa pakai nama Bali? Karena ya orang lebih sangat mengenal Bali dan di Bali itu kita kemana-mana kan ada bunga mawar, ada pakai pandan, ada pakai melati, untuk ritual, untuk apa, sama halnya dengan bagian lain di Indonesia. Tapi di sini kita bisa kenalin itu untuk mandi bunga, ada mawar, bisa pakai pandan, gitu, enggak sekadar bunga-bunga yang orang di sini udah kenal dan orang lain jual gitu,” kata Siany.

“Dan kalau untuk orang-orang yang pernah ke Bali mereka langsung, ‘oh ini memang baunya Bali,’” tambahnya lagi.

Menurut Siany, aroma melati yang identik dengan Indonesia “bisa diterima” oleh para pelanggan AS. Maka dari itu, ia selalu berusaha memakai melati di hampir seluruh produknya. Selain itu, Siany juga kerap memasukkan aroma cendana dan pandan ke dalam produknya.

“Kadang mereka enggak ngerti, pandan nih apa. Terus aku (jelaskan), ‘oh pandan itu screwpine, itu daun yang biasa kita pakai buat makanan,’ jadi baunya wangi, terus warna juga alami. Bukan dari pewarna gitu,” ujarnya.

Pelanggan Lunaraya, Karen Argopradipto di Seattle bahkan mengatakan, sabun-sabun karya Siany ini “bikin mandi terasa lebih mewah.”

Kerja 7 Hari Seminggu

Untuk saat ini, Siany membuat seluruh produknya sendiri. Suaminya yang berprofesi sebagai desainer grafis kerap membantunya dalam merancang kemasan untuk produk-produknya.

“Jadi ada konsultannya,” kata Siany sambil tertawa.

Setiap minggunya Siany memproduksi hingga 150 produk sabun. Biasanya ia bekerja sampai 12 jam setiap hari. Kerja kerasnya terbayarkan saat para pelanggan memuji hasil karyanya.

“Begitu di market, orang kadang beli, enggak beli pun berhenti, mereka cium, mereka appreciate, itu hilang capeknya,” ucap Siany.

Kegigihan Siany dalam menjalankan usahanya diakui oleh Karen Argopradipto. Menurutnya, walau ini adalah usaha turun temurun yang sudah menempel dalam diri Siany, tetap diperlukan kegigihan dalam menjalankan usaha ini.

“Karena Siany harus mencari supply-nya sendiri, bahannya sendiri, promosi sendiri, marketing sendiri, semuanya serba sendiri, ya. Mungkin di Indonesia bisa banyak asisten. Tapi di (AS) dia harus kerja sendiri. Pastinya itu dibutuhkan kegigihan dan ketekunan dalam menjalankan usahanya ini,” kata Karen Argopradipto kepada VOA.

Bagi Siany, tantangan dalam menjalankan bisnisnya ini adalah ketika harus mengumpulkan dokumen dan izin yang diperlukan, yang menurutnya “susah sekali.”

“Pajaknya juga enggak murah,” kata Siany sambil tertawa.

“Untuk saya (berjualan) di market itu, saya harus ada izin dari (pemerintah negara bagian) dan dari (pemerintah kota). Dan kita juga harus mengikuti peraturan untuk dari FDA (red. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat),” tambahnya.

Tidak ada pelatihan khusus yang perlu Siany ikuti. Namun, ia tetap harus teliti dalam mencari berbagai keterangan untuk membangun usaha kecil di AS.

Sabun
Siany Wulandari dan suaminya, Samuel Sutanto saat berjualan di sebuah pasar kaget di Seattle, Washington, AS (dok: Siany Wulandari)

Kurang Dukungan Dari Keluarga

Awalnya, cita-cita Siany sempat kurang didukung oleh keluarga. Keinginannya dipertanyakan, mengingat betapa melelahkannya bisnis sabun yang digeluti oleh keluarganya ini, khususnya ketika memproduksi sabun dengan cara yang tradisional tanpa menggunakan mesin.

Namun, usaha dan tekad bulat Siany ternyata tidak sia-sia. Rasa lelahnya terbayarkan ketika bertemu pelanggan yang mengapresiasi produk hasil karyanya.

“Cuman ternyata setelah saya jalani di sini, orang itu appreciate sama apa yang kita bikin gitu. Enggak melulu kayak oh sabun itu hanya utuk mandi, pakai sabun apa aja bisa, cari yang murah atau apa nggak, mereka benar-benar appreciate, ‘oh ini benar-benar dibikin dengan sepenuh hati dengan bahan yang baik,’ atau ‘ini cantik,’ seperti itu,” kata Siany.

Tidak hanya dari pelanggan, beberapa anggota keluarga Siany di Indonesia pun menjadi terdorong dan tersinspirasi untuk melanjutkan kembali usaha sabun yang sempat terhenti.

Bagi Siany, kunci utama dalam menjalankan bisnis ini adalah “dijalani saja.”

“If it’s not good, it’s not the end yet,” katanya. “Kalau belum baik itu berarti belum berakhir.” [voa]

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60