Pojok6.id (Gorontalo) – Masalah stunting di Provinsi Gorontalo masih menjadi tantangan serius yang berdampak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dimasa mendatang. Tercatat hasil rilis SSGI Kemenkes RI 2025, bahwa angka prevalensi stunting di Provinsi Gorontalo menurun 3,1 persen hingga diangka 23,8 persen pada tahun 2024, jika dibanding tahun 2023 sebesar 26,9 persen.
Walaupun menunjukkan penurunan dan perbaikan terhadap capaian stunting di tingkat provinsi, namun hingga saat ini angka prevalensi stunting Gorontalo ini, masih berada pada angka di atas rata-rata nasional.
Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Gorontalo, Wahyudin Katili menyampaikan, bahwa dalam menekan angka stunting ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo sebagaimana arahan Gubernur Gusnar Ismail, terus berupaya melakukan aksi konvergensi dan berkolaborasi efektif, bersama lintas pemangku kepentingan.
”Saat ini, kita jangan hanya menghitung seberapa besar alokasi anggaran yang dianggap terkait dengan penanganan stunting, tapi dengan kondisi anggaran daerah yang semakin berkurang, maka yang menjadi perhatian kita adalah seberapa besar efektifnya kolaborasi kegiatan lintas pemangku kepentingan, dengan mengacu kepada 13 indikator penanganan,” kata Wahyudin saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pendalaman Awal Penyusunan Kerangka Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Aksi Konvergensi, yang digelar Kementerian PPN/Bappenas RI, pada Rabu (8/10/2025).
Ia mencontohkan, misalnya terhadap pemberian ASI ekslusif, skrining anemia di kalangan remaja putri, konsumsi tablet tambah darah, deteksi awal kehamilan, intensitas pemeriksaan kehamilan, cakupan imunisasi dasar lengkap serta pemberian MP-ASI yang turut menjadi faktor pendorong terjadinya stunting di Gorontalo. Menurutnya hal ini tidak harus dibandrol dengan anggaran atau kegiatan yang besar, dan tidak tepat sasaran, akan tetapi yang dibutuhkan sesungguhnya adalah keseriusan untuk mempengaruhi dan intens merubah perilaku hidup masyarakat yang dikolaborasikan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan desa.
”Stunting tidak selalu identik dengan kemiskinan, stunting dapat beresiko pada semua kalangan dan keluarga, khususnya perilaku dan bagaimana intervensi untuk merubahnya. Hal ini dapat dicermati dengan meningkatnya angka stunting di wilayah Kota Gorontalo tahun 2024. Padahal Kota Gorontalo merupakan wilayah dengan angka kemiskinan paling rendah di wilayah Kabupaten/Kota se-Provinsi Gorontalo,” tegas Wahyudin, yang juga sekaligus merupakan Wakil Tim Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting tingkat Provinsi itu.
Sementara itu, Ketua Tim Evaluasi Kementerian PPN Bappenas, Firial Afra Mumtaz menambahkan, terkait pentingnya pemantauan dan evaluasi pelaporan konvergensi stunting secara berjenjang dari level pemerintah terdepan, yakni Pemerintah Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Sehingga sinergi antara kebijakan pusat dan daerah dapat selalu terjaga dengan baik.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan kerangka monev yang komprehensif, berbasis bukti, dan berfungsi sebagai instrumen nasional maupun daerah untuk memperkuat efektivitas dan akuntabilitas pencegahan dan percepatan penurunan stunting,” pungkasnya.
Diketahui kegiatan yang berlangsung di Aula Kantor Bappeda Bone Bolango tersebut, turut dihadiri Perwakilan Pemerintah Desa, Kecamatan, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten tingkat Bone Bolango, serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait lintas provinsi. (Adv)








