Polemik BSG, Badan Usaha Syariah Jadi Tawaran Solusi untuk Gorontalo

Difa Amalia Dude S.EI,M.SEI. Foto: Dok. Pribadi

Oleh: Difa Amalia Dude S.EI,M.SEI (Akademisi Jawa Timur Darah Murni Gorontalo)

Pojok6.id (Opini) – Selama 24 tahun berdiri sebagai provinsi, Gorontalo masih terus menghadapi kenyataan pahit: dalam berbagai aspek, terutama dari segi kemandirian ekonomi dan pembangunan infrastruktur, kita tampak masih berada di bawah bayang-bayang Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini terlihat jelas dari fakta bahwa pembangunan jalan, fasilitas umum, serta struktur ekonomi masih tertinggal dibandingkan daerah tetangga. Realitas itu tercermin pula pada kendali dan pengaruh kita terhadap lembaga keuangan, khususnya Bank SulutGo.

Di rapat RUPS terakhir yang diadakan pada tanggal 9 April 2024 di Manado, tidak satupun perwakilan dari Gorontalo berhasil menembus jajaran direksi maupun komisaris. Hal ini secara ekonomi wajar karena jika kita telusuri data , saham pemerintah se-Gorontalo jika digabungkan mencapai sekitar 18,65 persen—angka yang masih kalah jika dibandingkan dengan kepemilikan Bank Mega, yang mencapai 24,82 persen. Selain itu, ada perbedaan signifikan antara dua wilayah jika kita melihat sebagai potensi ekonomi.

Yang pertama pendapatan Sulawesi Utara diproyeksikan mencapai Rp17,697 triliun pada tahun 2025, sedangkan Gorontalo hanya sekitar Rp8,10 triliun. Kedua jumlah penduduk Sulawesi Utara memiliki 2,6 juta penduduk, dibandingkan Gorontalo yang hanya 1,23 juta dari hal di atas saya berpendaapat kita perlu waktu untuk mengejar ketertinggalan tersebut.

Melihat perbedaan signifikan ini, jelas bahwa Gorontalo memiliki tiga opsi strategis untuk bangkit:

1. Menambah Modal untuk Meningkatkan Daya Tawar
Langkah ini memang dapat memberikan dorongan jangka pendek. Penambahan modal bisa meningkatkan posisi tawar dalam struktur kepemilikan dan pengambilan keputusan. Namun, realitas politik yang terjalin erat dengan jajaran direksi dan komisaris mengindikasikan bahwa solusi semacam ini mungkin tidak cukup untuk melepaskan diri dari ketergantungan jangka panjang.

2. Melepas Semua Saham dan Mendirikan Bank Sendiri
Opsi ini menawarkan jalan menuju kemandirian penuh secara ekonomi. Dengan mendirikan bank sendiri, Gorontalo dapat mengatur kebijakan keuangan yang lebih pro-rakyat dan mendorong pembangunan daerah. Akan tetapi, mengingat pertumbuhan ekonomi kita yang masih tertinggal, risiko dan tantangan pendirian bank baru—baik dari segi infrastruktur pendukung, manajemen, maupun kompetisi pasar—bisa sangat besar. Di samping itu, fokus utama pemerintah harus tetap pada upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengingat pengalaman deflasi di Januari 2025 menjadi pelajaran berharga.

3. Mendirikan di bawah naungan bank sulutgo.

Ini adalah opsi alternatif yang patut digalakkan, dengan sejumlah keunggulan strategis yang bisa dikembangkan secara bertahap:

Operasi Penuh Berbasis Prinsip Syariah:
Seluruh operasional badan usaha akan dijalankan dengan mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Pendekatan ini tidak hanya memberikan nilai etis dalam setiap transaksi, tetapi juga diyakini menciptakan sistem keuangan yang lebih transparan dan adil.

Diversifikasi Produk dan Layanan:
Dengan menyediakan berbagai produk seperti tabungan, pembiayaan, dan investasi yang sesuai syariah, badan usaha ini dapat menjangkau segmen pasar yang luas. Pelayanan yang terintegrasi memberikan nilai tambah bagi nasabah yang kian sadar pada pentingnya etika serta kepatuhan syariah dalam transaksi keuangan.

Kepatuhan Syariah yang Terjamin:
Adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) akan memastikan setiap produk dan kegiatan operasional sepenuhnya sesuai dengan hukum syariah. Langkah ini sangat penting untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat, yang tercermin dari dukungan tinggi, seperti survei pada tahun 2024 yang menunjukkan 98% penduduk beragama Islam Gorontalo harapanya hal ini dapat mendukung pengembangan produk keuangan berbasis syariah.

Status Hukum yang Terpisah dan Diakui Resmi:
Dengan memiliki status sebagai entitas perbankan yang terpisah, badan usaha syariah ini mendapatkan legitimasi dan kemudahan dalam pengawasan dari otoritas perbankan. Hal ini menjadi modal penting untuk menarik minat investor dan nasabah, serta menjamin keberlanjutan usaha dalam jangka panjang.

Di tengah kondisi yang ada, mendirikan badan usaha syariah di bawah payung Bank SulutGo tampak sebagai opsi yang strategis. Model bisnis ini mampu mengambil keuntungan dari sentimen positif masyarakat, inovasi produk keuangan syariah, dan kepatuhan terhadap regulasi syariah yang ketat. Tentunya, untuk mencapai potensi maksimal, diperlukan komitmen kuat dari pemerintah daerah untuk memperkuat sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, serta tata kelola yang profesional dan transparan—terutama mengingat pengaruh politis yang selama ini menghambat perwakilan Gorontalo dalam pengambilan keputusan.

Kesimpulan:
Gorontalo yang dijuluki serambi menghadapi dilema serius antara mempertahankan ketergantungan ekonomi atau berani melangkah menuju kemandirian. Di tengah pilihan untuk menambah modal atau mendirikan bank sendiri, pendirian badan usaha syariah menawarkan jalan tengah yang tidak hanya mengedepankan nilai etika tetapi juga menjanjikan potensi pertumbuhan jangka panjang. Dengan dukungan hampir seratus persen masyarakat untuk produk keuangan syariah, inisiatif ini bisa menjadi lompatan strategis guna mengangkat posisi ekonomi Gorontalo dan mengukir identitas yang lebih mandiri, serta mampu menatap masa depan yang lebih cerah tanpa terus berada di bawah bayang-bayang Sulawesi Utara.Harapanya seperti julukannya serambi Madinah kedepan Gorontalo bukan hanya menjadi provinsi yang lebih mandiri tapi juga menjadi provinsi pergerakan ekonomi syariah terdepan di Indonesia seperti kota madinah yang menjadi kota penggerak baginda nabi untuk menyiarkan Islam setelah di tekan oleh bani quraish.

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60