Pojok6.id (Kota Gorontalo) – Wakil Direktur pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aloei Saboe, dr. Bobby Harun Okko memaparkan penanganan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) jenis limbah medis yang ada di RSUD. Aloei Saboe Gorontalo.
Penjelasan itu dilakukan menyusul adanya pemberitaan yang menyebut buruknya pengelolaan limbah B3 jenis limbah medis yang ada di RSUD. Aloei Saboe. Ia mengatakan bahwa foto dalam berita yang dipublikasikan oleh salah satu media bukanlah limbah medis.
“Supaya masyarakat dan kita semua paham, bahwa yang kita lihat pada media itu, terutama foto yang berlokasi di RSUD. Aloei Saboe itu, kita ingin menjelaskan bahwa itu bukanlah limbah medis,” ungkap dr. Bobby, dalam konfrensi pers bersama sejumlah awak media, Kamis (12/5/2022) di RSUD. Aloei Saboe Gorontalo.
dr. Bobby menjelaskan, bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 tentang tatacara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari fasilitas pelayanan kesehatan. Dimana pada umumnya limbah itu terbagi dalam tiga macam yakni, limbah cair, padat dan gas, yang meliputi limbah infeksius, limbah padat atau benda tajam, kemudian patologis, bahan kimia kadaluarsa, radioaktif, farmasi dan sitotoksik.
“Dari bermacam-macam limbah ini, dan seperti yang dinamakan dengan limbah infeksius itu, yang pertama adalah limbah atau bahan-bahan yang bisa di pakai yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, dan yang kedua limbah laboratorium yang bersifat infeksius, dan yang ketiga limbah yang berasal dari kegiatan isolasi,” jelasnya.
Sehingga dirinya ingin menegaskan bahwa foto yang dimuat pada salah satu media pemberitaan tersebut bukanlah limbah B3 jenis limbah medis, melainkan limbah yang termasuk dalam kategori limbah umum atau sampah biasa.
“Digambar (Foto) itu yang pertama ada pembungkus jarum suntik, dan saya katakan itu limbah umum atau biasa, karena dia tidak terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien. Kemudian ada pembungkus obat atau dos obat serta plastik pembungkus infus dan kita kategorikan ini sampah umum atau sampah biasa,” terangnya.
Sementara untuk prosedur penanganan pengelolaan limbah B3 jenis limbah medis di RSUD. Aloei Saboe kata dr. Bobby pihaknya telah menyediakan empat tempat sampah yang terdiri dari tempat sampah biasa atau non-infeksius, kemudian tempat sampah infeksius, tempat sampah farmasi, dan tempat sampah padat atau benda tajam atau safety box.
“Dari ruangan tempat itu sudah dipilah oleh petugas, kemudian setelah dipilah petugas pengangkut sampah, itu dari ruangan dibagi dua tim, dimana tim pertama mengangkut sampah medis langsung ketempat pembuangan sementara. Kemudian tim kedua mengangkut sampah ketempat sampah biasa yang berada di belakang kamar mayat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa progres tersebut tidak hanya sampai disitu, namun pihak rumah sakit juga telah mempunyai prosedur dengan melakukan kembali penyortiran oleh petugas, untuk menghindari apakah masih ada sampah biasa yang tercampur dengan sampah ataupun limbah medis.
“Diwaktu sampah itu sudah di tempat lokasi pembuangan sementara, itu kita sortir lagi kita backup lagi kedua kali di tempat pembuangan sementara, karena bisa jadi ada pasien yang tidak tahu bahwa itu tempat sampah umum dan tidak sengaja membuang sampah yang mengandung limbah medis kesitu,” tuturnya.
Ia mengaku upaya tersebut merupakan upaya terakhir dari pihak rumah sakit, untuk memastikan bahwa sampah yang dimiliki RSUD. Aloei Saboe itu tidak ada masalah. Terlebih lagi pihak rumah sakit sudah bekerjasama dengan pihak ketiga dan telah menganggarkan 600 juta rupiah pertahunnya untuk pengangkutan sampah medis.
“Kami terus berusaha semaksimal mungkin ditempat pembuangan sampah sementara, yang di sortir oleh petugas waktu itu, dan saya sudah cek mereka semua seperti apa kejadian waktu itu di foto, dan itu baru sementara proses disortir,” tandasnya. (Ryn)