GORONTALO – Ada narasi yang sengaja dibawa untuk membangun personal branding dari “Dia”. Sayangnya, jangankan tepukan tangan, yang “Dia” dapati justru cemohan dan gunjingan. Agenda setting yang “Dia” rencanakan selalu berakhir tragis.
Banyak yang bertanya, apakah “Dia” sadar dengan gerakannya ini ? Apakah begitu cepat akal sehatnya hilang ? Bahkan ada yang menjuluki “Dia” adalah “Si Aktivis Ketombe”.
Maksud dan pengertian “Aktivis Ketombe” adalah, sering dinasehati tentang perilaku buruknya, tapi dengan cepat dia lakukan lagi keburukan lain, layaknya ketombe di kepala manusia, bisa hilang saat keramas dan cepat balik lagi saat kepala tak sehat.
“Dia”, “Aktivis Ketombe” adalah spesies aktivis rejim kolonial dan sebenarnya kurang pantas ada dan berkembang di era milenial seperti saat ini. “Hidup dan dihidupi” oleh keburukan.
Disparitas seringkali dimunculkan oleh “Dia”, “Aktivis Ketombe”. Mempertentangkan posisi dan eksistensi kolonialisme yang dijalaninya dengan pihak-pihak yang berada pada regime of knowledge.
Jelas berbeda, gaya kolonial tidak dapat disetarakan dengan produk-produk milenial yang berbasis pada pengetahuan, sekali lagi, “Dia”, “Aktivis Ketombe” tidak pantas ada di era milenial.
Nalar kolonial oleh “Dia”, “Aktivis Ketombe” selalu terkonsentrasi pada kekerasan, jangan sampai diadopsi langsung oleh lingkungan sekitarnya, lingkungan kolonialisme dengan gaya penjajahan, melegitimasi dirinya dengan kekerasan dan keburukan.
Pada akhirnya, “Dia”, “Aktivis Ketombe” akan mengalami penolakan-penolakan (denizings) dalam setiap aktivitasnya, karena mental dan perilakunya sangat kolonialistik dan bersandar pada argumentasi dengan standar paling minimum. (*)