Politik Gorontalo : Supremasi Kuning Masih Bertahan?

Politik Gorontalo
Hafiz Aqmal Djibran (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang)

Pojok6.id () – Sebagai pemuda asal Gorontalo yang menimba ilmu di tanah Jawa, rasanya terlalu naif kalau saya tidak bisa membaca peta politik di tanah leluhur sendiri. Ya, Gorontalo merupakan tanah kelahiran saya yang memiliki banyak dinamika kehidupan selama 19 tahun saya hidup disana. Sebagai generasi muda, kita memiliki ‘legacy’ dan pencapaian luhur agar bisa mensejahterakan daerah sendiri di masa depan. Hal yang menjadi esensi untuk menggapainya yakni melalui Politik.

Secara demografi, wilayah Gorontalo memiliki penduduk sebanyak 1,1 juta lebih (data BPS 2020) yang secara kuantitas masih kalah dari provinsi – provinsi di Jawa yang memiliki belasan atau puluhan juta penduduk.

Dalam politik nasional, tentu Gorontalo tidak terlalu diperhitungkan dalam pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan presiden (pilpres) untuk meraup suara sebanyak mungkin. Bisa dianalogikan seperti banyaknya penduduk di satu kabupaten yang ada di Jawa. Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas jauh ke politik Nasional, cukup di perpolitikan daerah dahulu.

Read More
banner 300x250

Secara primordial, masyarakat Gorontalo sangat menjunjung tinggi nilai–nilai kekeluargaan dan budaya gotong royong atau familiar dengan nama “mohuyula”. Slogan ini sering digaungkan oleh beberapa pemimpin daerah di Gorontalo untuk Bersama–sama membangun daerah baik dari segi sosial maupun ekonomi. Slogan ini membutuhkan konsolidasi yang kuat baik di tingkat local maupun nasional. Termasuk didalamnya juga soal–soal etis berpemerintahan dan tata Kelola birokrasi.

Dalam pengamatan saya tanpa bermaksud berlebihan, selama ini selalu didominasi satu partai saja yang memiliki legitimasi dan power sangat kuat. Saya patut menandai, bahwa Gorontalo saat ini menjadi daerah yang didominasi warna kuning entah itu adalah jagung, nasi kuning ataupun bendera dari pejabat–pejabat di daerah tersebut.

Dalam dunia politik kita percaya bahwa semua yang ada didalamnya bersifat dinamis namun yang menjadi pertanyaan besar bagi saya, butuh berapa lama lagi partai tersebut bisa berkuasa di bumi serambi Madinah? Akankah bisa bertahan lama? Akan saya ulas dibawah ini.

Dari masa ke masa Gorontalo, ketika pemilihan Gubernur selalu dimenangkan oleh figur dari “partai kuning” yang tidak lain adalah Partai Golkar. Bukan merupakan suatu hal yang tabu dalam kontestasi pemilu karena figur yang bertarung adalah tokoh–tokoh terbaik daerah.

Supremasi partai Golkar tidak hanya di eksekutif saja, bahkan dalam dewan parlemen daerah partai ini memiliki kursi terbanyak dalam beberapa periode sebelumnya hingga sekarang. Tidak hanya sebatas itu, dalam kontestasi pemilu nasional pun partai Golkar selalu memenangkan kursi DPR Pusat dalam 2 periode berturut–turut.

Tak ada yang salah dengan hal demikian, namun dengan hal tersebut kita sebagai masyarakat Gorontalo mestilah membuka mata, akankah kita banyak bermain di zona nyaman? Khususnya para aktifis–aktifis atau pegiat politik warung kopi yang lincah dan licin terhadap dinamika politik yang terjadi.

Struktur hirarki lebih dipentingkan karena jika kuasa sudah dipegang maka ruang gerak makin kompleks dengan mengatas namakan aspirasi rakyat. Kita cenderung abai dengan kondisi kecemburuan antar kelompok maupun parpol yang sering terjadi dan masyarakat disuguhi dengan hal itu. Bak teori tanpa aksi, maka kesejahteraan daerah pun hanya akan menjadi sebuah “utopia” bagi Gorontalo jika terlalu nyaman di zona – zona seperti itu.

Kini memasuki tahun 2022 yang seharusnya Gorontalo melakukan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin baru, harus menunggu 2 tahun lagi dikarenakan kebijakan pusat untuk menunda pemilu tahun 2022 ke 2024. Terlepas dari kontroversi itu, di Gorontalo sendiri terlihat beberapa figure atau tokoh yang bersiap – siap untuk merebut kursi DM 1.

Posisi petahana saat ini Rusli Habibie pun akan berakhir di tahun ini dan akan digantikan oleh pelaksana tugas Gubernur. Tanpa adanya incumbent atau petahana membuat pilgub makin seru seolah – olah membuka Kembali kesempatan dan babak baru dalam perpolitikan local Gorontalo untuk bisa bersaing.

Yang terlintas dalam benak saya apakah partai Golkar masih menjadi unggulan dalam kontestasi 5 tahunan ini? Siapa figur yang akan dicalonkan? Jawaban itu bisa terjawab di 2024 nanti.

Pada tahun 2021, muncul salah satu tokoh politik partai Nasdem yang merupakan putra daerah juga yakni Rachmat Gobel, yang saat rapat koordinasi wilayah (Rakorwil) Partai Nasdem Gorontalo menyatakan siap menjadi calon Gubernur Gorontalo. Tentu pernyataan ini mengejutkan banyak pihak, dikarenakan figure RG ini memiliki legitimasi yang sangat kuat di Gorontalo, terbukti ketika pemilu 2019 kemarin beliau meraup suara terbanyak dalam pemilihan anggota DPR – RI. Dengan jargon partai “Restorasi Indonesia” tentu semangat ini membawa angin segar dalam dinamika politik masyarakat Gorontalo yang menginginkan perubahan.

Pemilu 2024 memasuki Era baru untuk Gorontalo setelah hampir 24 tahun lepas dengan Sulawesi Utara hingga saat ini Gorontalo masih termasuk 5 provinsi termiskin di Indonesia. Tentu ini menjadi PR bagi pemimpin yang akan menerima tongkat estafet selanjutnya agar tidak hanya pencapaian WTP berturut–turut saja yang dibanggakan, lebih dari itu masyarakat Gorontalo menginginkan perubahan lebih dari itu baik dari segi ekonomi, infrastruktur, dan Pendidikan.

Partai Golkar yang selama ini menguasai panggung politik Gorontalo, jika ingin mempertahankan supremasi di Gorontalo harus berhati – hati dalam memilih figure partai yang akan diusung dalam pemilu nanti. Dengan munculnya tokoh atau figure politik yang mulai start bahkan sampai ‘turun gunung’ demi mendapatkan dukungan masyarakat Gorontalo sudah sangat massif.

Tak hanya di pilgub saja, di 2024 nanti pesta demokrasi juga dilaksanakan dan sudah banyak nama – nama yang bermunculan entah sebagai figure baru atau tokoh senior daerah. Sebagai generasi muda, saya menaruh harapan kepada Gubernur yang akan terpilih nanti bahwa jadilah pemimpin yang sejati, bukan pejabat yang abadi jika daerah banyak dikuasai oleh pemimpin sejati maka ruang gerak yang ada dilingkupi oleh aspirasi dalam konteks “ atas nama rakyat”. Itulah arti dari pemimpin sejati yang selama ini diharapkan oleh masyarakat. Sudahkah menemukan pemimpin di sekitarmu? (**)

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60