Pojok6.id (Jakarta) – Hoax kesehatan yang sering beredar salah satunya adalah tentang penyakit kusta. Kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan penemuan kasus baru tahunan yang stagnan selama hampir 10 tahun terakhir. Bahkan Indonesia termasuk negara dengan peringkat ketiga terbesar di dunia.
Kusta disebut sebagai penyakit kutukan, tidak bisa disembuhkan dan perlu dijauhkan padahal meskipun menular, penularan kusta tidaklah mudah. Kusta bisa disembuhkan, tetapi jika terlambat ditemukan atau tidak diobati, kusta dapat menyebabkan disabilitas. Orang dengan kusta dan penyandang disabilitas akibat kusta seringkali mendapatkan stigma dan perlakuan diskriminatif dari masyarakat, karena mendapat informasi yang tidak benar tentang hal tersebut. Kondisi ini membuat banyak orang dengan gejala kusta enggan memeriksakan dirinya, dan pada akhirnya menghambat penanggulangan kusta.
Yayasan NLR Indonesia sebagai organisasi yang menaruh perhatian pada isu kusta dan disabilitas, turut mendukung pemerintah dalam upaya Indonesia bebas kusta. Salah satunya melalui kerja sama dengan stasiun Radio KBR untuk menyelengarakan Program Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA). Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan publik tentang kusta dan disabilitas secara spesifik dan informasi kesehatan secara umum, melalui berbagai seri talk show dan dialog kampus. Dialog kampus kali ini mengangkat topik “Peran Kampus dalam Menangkal Hoax Kesehatan”.
Narasumber dalam Webinar, dr Christina Widaningrum, Mkes, Technical Advisor Program Leprosy Control, NLR Indonesia, menerangkan, dari data Kemenkes pada 2021 terdapat 27 Provinsi sudah mencapai eleminasi yang berarti angka prevalensi sudah kurang dari 1/10.000 penduduk dan tidak menjadi masalah kesehatan lagi. Namun katanya, terdapat 7 provinsi terutama dari Indonesia Timur seperti Sulawesi Utara, Sulawesi barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Barat dan Papua Barat. Dari 500Kab/Kota Ada 109 di indonesia yang tersebar 26 provinsi yang belum eleminasi dan menjadi kantong kusta.
“Data diatas jika ditarik prevalensinya sebesar 0,86/10.000 penduduk Indonesia termasuk dalam eleminasi. Namun angka efek cacat dari Kusta di tingkat II itu terdapat di 1.69/1.000.000, dan ditemukan tanpa cacat 81.6% penyakit kusta ini penemuannya terlambat serta proporsi kasus anak 18.4%”jelasnya.
Lanjutnya, penyakit kusta ini dinilai sedikit aneh karena tidak ada gejala perih atau gatal dari kusta yang mereka miliki. Pengetahuan masyarakat masih kurang dan masih terpengaruh berita hoax. Dan kata dia, biasa masyarakat hanya mengira bintik putih di badan mereka hanyalah penyakit biasa dan jika sudah berubah menjadi kemerahan baru mereka akan ke dokter namun itu terkadang sudah terlambat.
“Contoh Hoax yang sering ditemukan adalah tentang Mitos terkait Penyakit kusta itu sendiri yang terkadang dinilai sebagai kutukan, turunan, karna guna-guna atau dosa. Dampak hoax ini secara langsung bisa memperparah penderita karena tidak mendapatkan pengobatan tapi malah dikucilkan dan di diskriminasi. Dan semoga dari webinar ini dapat menghapus Hoax yang ada”harapnya
Narasumber lainya, Akademisi dari Fakultas Kedokteran Unand,dr. Tutty Ariani, Sp.DV menyebut dalam menyampaikan Informasi atau edukasi kesehatan harus valid sumbernya. Menurutnya, pemberian informasi atau gagasan itu juga harus dibuat sebenar-benarnya. Terutama Akademisi harus mengolah pesan secara langsung maupun tidak langsung yang harus masuk kedalam sanubari masyarakat.
“Dan diharapkan hal yang lebih baik juga dilakukan para-pihak terkait, dengan tidak setengah-setengah dalam membuat konten atau isi berita yang berdampak kepada keilmuan serta tujuannya dapat dipertanggung jawabkan”jelasnya.
Sementara Malika, Manager Program & Podcast KBR mengungkapkan cara yang efektif untuk membuat isu kusta ini menarik bagi masyarakat adalah mengelaborasi bentuk informasi yang ada agar lebih menarik. Misalanya seperti KBR bisa berbentuk Podcast untuk membuat informasi jadi lebih mudah di dengarkan dan bisa di akses dimana saja.
“Karena podcast ini sedang hype dan pendengarnya terus tumbuh dan potensi ini makin baik serta pendengar podcast juga kebanyakan anak muda. Podcast adalah salah satu ikon yang bisa menjadi lahan untuk peserta mencari jawaban atau dapat juga menyampaikan pertanyaan”tutupnya. (Rilis/Aan)