Pojok6.id (Gorontalo) – Masyarakat nelayan, jurnalis, aktivis, dan mahasiswa antusias menonton film Angin Timur karya Ekspedisi Indonesia Baru (EIB) di Kelurahan Leato Selatan Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, Rabu malam (2/11).
Meski durasi film Angin Timur hampir 2 jam, namun nelayan dan warga lainnya tampak antusias menyaksikan.
Mereka bersorak kala menyaksikan aktivitas nelayan yang ditampilkan dalam film, lalu seketika terdiam saat sutradara film yang juga jurnalis senior Dandhy Dwi Laksono mulai menarasikan kisah pilu tentang nelayan.
Pada awal film penonton akan disuguhkan dengan aktivitas nelayan, kemudian mulai menyuguhkan masalah yang kerap dialami nelayan.
Pada bagian akhir film, penonton disuguhkan dengan masalah lingkungan dan penyebabnya yang kian mengancam keselamatan dan kesejahteraan nelayan di pesisir Jawa.
“Menonton film ini, saya merasa ada beberapa kesamaan dengan yang kami alami di sini misalnya masalah mahalnya BBM serta berkurangnya hasil tangkapan ikan. Tapi beruntung tidak ada tambang di perbukitan sekitar sini,” ungkap Ketua Kelompok Nelayan Leato Selatan Suwardi Darise, salah seorang narasumber dalam diskusi.
Ia juga mengungkapkan masalah lain yang dialami nelayan Leato Selatan, yakni bantuan yang sering salah sasaran sehingga tidak memberi pengaruh ekonomi bagi nelayan setempat.
“Nelayan yang biasa menggunakan perahu kecil diberi bantuan mesin tempel, sehingga mesinnya tidak cocok dengan perahu dan akhirnya mesin itu dijual. Demikian pula sebaliknya, sehingga uang negara jadi terbuang sia-sia,” ujarnya.
Menurut Suwardi, bantuan yang dibutuhkan oleh nelayan setempat adalah tambatan perahu dan rakit untuk rumpon ikan.
Akademisi Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Azis Salam mengatakan, Angin Timur menggambarkan dengan jelas masalah kepentingan ekonomi yang berhadapan dengan kepentingan pelestarian ekosistem.
“Manusia dan alam saling membutuhkan, sehingga manusia seharusnya tidak berbuat kerusakan di bumi ini. Ada masalah kerusakan terumbu karang karena tongkang, alat tangkap ikan tidak ramah lingkungan, semua karena manusia tidak terampil mengatur,” katanya.
Koordinator SIEJ Simpul Gorontalo Debby Mano, mengungkapkan perlu ada penelitian lebih banyak dan mendalam terkait persoalan lingkungan di Leato Selatan yang merupakan area muara dari dua sungai besar dan media massa dapat membantu mengangkat isu-isu tersebut.
“Dari sejumlah hasil penelitian akademisi dan catatan kami selama ini, ada beberapa masalah seperti sampah dan longsor yang mengancam di wilayah pesisir ini,” kata jurnalis LKBN Antara itu.
Menurutnya persoalan lingkungan yang terjadi di darat, erat kaitannya dengan kehidupan di pesisir hingga perairan.
“Sudah jelas di film tadi bahwa tambang di bukit mencemari kehidupan di laut. Sama dengan kondisi kita di Gorontalo, tambang di bagian hulu dalam skala besar akan memiliki dampak langsung pada masyarakat di hilir seperti Leato Selatan,” katanya,
Angin Timur adalah film kedua Ekspedisi Indonesia Baru setelah Silat Tani, karya empat jurnalis yakni Dandhy Dwi Laksono, Farid Gaban, Yusuf Priambodo, dan Benaya Ryamizard Harobu.
Nobar dan diskusi digagas oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Gorontalo dan SIEJ Simpul Gorontalo, bekerjasama dengan Forum Kajian Deheto Hulonthalo (FKDH) sebagai komunitas mahasiswa pegiat isu pesisir.
Nobar diselenggarakan sebanyak dua kali di wilayah pesisir yaitu di Desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango, pada tanggal 19 Oktober dan di Leato Selatan pada 2 November 2022. (*)