UNG – Berkurangnya aktivitas selama masa pandemic covid-19 turut mempengaruhi kualitas udara di berbagai negara di dunia. Arbyin Dungga, mahasiswa program magister Kependudukan dan Lingkungan Hidup, UNG menuturkan covid-19 air quality report yang dipublikasikan IQAir tanggal 22 April 2020, terjadi penurunan polusi udara yang ditandai dengan berkurangnya polutan PM2.5 di negara – negara besar di dunia. New Delhi (India) turun 60%, Seoul (Korea Selatan) turun 54%, Los Angeles (US) turun 31% dan New York turun sebesar 25%.
“Polutan Particulate Matter (PM) 2.5 adalah partikel halus yang ukurannya 2,5 mikron atau lebih kecil yang ada di udara. Ukurannya yang sangat kecil membuatnya bisa masuk sampai ke paru-paru. Apabila terhirup, dalam waktu sebentar dapat menyebabkan masalah pada mata, hidung, tenggorokan, iritasi paru, batuk, bersin, pilek, dan napas pendek” Terangnya.
Ia menjelaskan PM 2,5 sumbernya dapat berasal dari asap mobil, truk, bus, asap kebakaran hutan dan rumput. PM2.5 juga dapat terbentuk dari reaksi gas atau air di atmosfer dengan senyawa dari pembangkit listrik. PM 2,5 bisa ditemukan dari rokok, memasak, membakar lilin, atau penggunaan pemanas berbahan bakar.
Sementara itu, ambang batas aman paparan PM2.5 dalam durasi 24 jam menurut WHO adalah 25 mikrogram/m3, sedangkan pemerintah Indonesia dalam Baku Mutu Udara Ambien sesuai PP 41 tahun 1999 menetapkan ambang batas aman PM2.5 adalah 65 mikrogram/m3, hampir 3 kali lipat dari ambang batas aman WHO. Indonesia bahkan belum memasukkan PM2.5 sebagai komponen untuk mengukur kualitas udara.
Indeks Kualitas Udara di Indonesia diukur menggunakan Indeks Standar Pencemar Udara atau ISPU (Air Pollution Index) ditetapkan berdasarkan 5 pencemar utama, yaitu: karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), Ozon permukaan (O3), dan partikel debu (PM10)
Ia juga mengemukakan rentang indeks standar pencemaran udara. Menurutnya Di Gorontalo selama masa pandemi Covid-19 ini menurut data IQAir telah terjadi perbaikan kualitas udara dan polusi udara.
“Range data yang kami gunakan sejak tanggal 8 Mei 2020 sampai 4 juni 2020″ Ujar Arbyn Dungga.
Ia juga mengungkapkan bahwa tingkat kualitas udara terburuk pada range area tersebut pada tanggal 9 mei 2020 pada angka 31 AQI dan terbaik pada tanggal 1 dan 4 Juni 2020 pada angka standar 13 AQI. Sementara itu tingkat pencemaran polutan PM2.5 tertinggi pada tangal 10 Mei 2020 sebesar 8 (µg/m³) dan terendah pada tanggal 1 dan 4 Juni 2020 pada angka 3,1 (µg/m³)
Rata-rata nilai kualitas udara dan tingkat polusi PM 2.5 per minggu pada minggu pertama (8-14 Mei 2020) sebesar 24,57 AQI dan 5,94 (µg/m³) , minggu kedua (15-21 Mei 2020) sebesar 21,29 AQI dan 5,3 (µg/m³), minggu ketiga (22-28 Mei 2020) sebesar 16,57 AQI dan 4,0 (µg/m³) dan minggu keempat (28 Mei – 4 Juni 2020) sebesar 15,29 AQI dan 1,3 (µg/m³). Hal ini menunjukkan nilai rata-rata kualitas udara dan tingkat polusi PM2.5 telah mengalami perbaikan setiap minggunya.
“Sepertinya alam sedang mengirim pesan kepada manusia, berhentilah berbuat kerusakan, beri waktu sejenak agar aku bisa memulihkan diri. Selamat Hari Lingkungan Hidup” Pungkasnya.(Rilis)