Gorontalo Utara – Tradisi Mandi Safar merupakan salah satu tradisi kebudayaan masyarakat Gorontalo Utara yang hingga kini terus dilestarikan. Hal ini selain sebagai bentuk tawakal, juga sekaligus untuk merawat kearifan lokal yang ada di kabupaten Gorontalo Utara.
Kegiatan Mandi Safar ini dipusatkan di Sungai Andagile, Desa Buata, Kecamatan Atinggola, Rabu (7/11/2018), yang menghadirkan Pemimpin (Khalifah) di Daerah bersama jajaran Pimpinan OPD, Camat, Kepala desa, pemangku adat serta masyarakat, yang juga sudah menjadi agenda rutin tahunan Dinas Pariwisata setempat.
Bupati Indra Yasin yang juga pemegang Gelar Adat ‘Tauwa Lo Madala’ turut hadir didampingi sang istri, disambut oleh Pemangku Adat (Bate Lo Atinggola) saat akan menjalani sejumlah prosesi adat Mo Maklumat (minta izin), serangkaian Doa syukuran, kemudian Mandi Safar, hingga Penyampaian Akhir Kegiatan (Mongabi).
Dalam sambutannya Bupati Indra Yasin mengatakan, pihaknya menyambut baik setiap agenda kebudayaan yang mengangkat tradisi dan kearifan lokal Gorontalo Utara, khususnya yang ada di Kecamatan Atinggola, tanah kelahirannya.
“Selain menjadi tradisi dan kearifan lokal, ada makna yang tersirat dalam Mandi safar ini. Salah satunya yakni sebagai bentuk Tawakal kita kepada Allah SWT dan Menolak Bala, Musibah dan bencana di daerah Kabupaten Gorut dan Provinsi Gorontalo pada umumnya,” kata Bupati.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, kegiatan mandi safar sebagai bentuk doa kepada Tuhan YME untuk menghindarkan daerah dari musibah dan bencana. “Memaknai Mandi safar seperti air yang sifatnya mencari dataran rendah, memberikan kesejukan bagi manusia,” lanjutnya.
Olehnya itu, Bupati mengajak untuk terus bersyukur dan menjalankan ibadah dan menjauhi laranganNya. “Kita harus mengambil hikmah dari musibah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, seperti di Lombok dan Sulawesi Tengah. Semoga kita semua dijauhkan dari segala musibah,” pungkasnya. (rls/idj)