Tantangan dan Upaya Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Penyintas Selama Pandemi

Penyintas
Ilustrasi. Para perempuan pemilik usaha mikro yang terdampak bencana alam dalam kegiatan penyerahan bantuan dana dari YSKK dan Child Fund Internasional di Huntara Duta Indah, Layana Indah, Palu, Kamis, 4 Juli 2019. (Foto:Yoanes Litha/VOA)

PALU – Wulan, perempuan kelahiran Oktober 1995, aktif dalam Yayasan Sikola Mombine. Pada tahun 2019, ia menjabat community organizer pada program emergency response untuk pendampingan kelompok perempuan yang menjadi korban bencana di Palu, Sigi dan Donggala. Wulan kemudian disibukkan dengan pendampingan upaya pemulihan melalui Galeri Usaha Kampung (GUK) melalui Sikola Mombine di Sulawesi Tengah yang kini menghadapi tantangan di tengah virus corona.

Wulan menjelaskan protokol yang membatasi jumlah ibu-ibu, yaitu tidak melebihi lima orang, ketika melakukan produksi bersama. Aktivitas itu terkendala dalam 1-2 bulan pertama sehingga mereka harus saling menyesuaikan dan mengatur jadwal dengan menentukan berapa orang yang akan bertemu untuk melakukan produksi.

“Selama pandemi harga bahan pokok meningkat, misalnya minyak kelapa, gula, alat-alat packaging. Dan akses mereka sulit untuk datang ke kota,” kata Wulan.

Read More
banner 300x250

Wulan menambahkan lebih jauh. “Alhamdulillah, bersama komunitas, kita tetap bersama-sama mencari solusi untuk memastikan produk tetap berproduksi.”

Penyintas
Produksi baju khusus untuk alat perlindungan diri di ruang jahit dan sablon di SMK Negeri 5 Palu, 31 Maret 2020. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Keterampilan Wulan bersama rekan-rekan yang fasih teknologi digital dapat membantu distribusi dan penjualan di tengah pandemi.

Proses penjualan sejumlah produk penyintas yang semula offline, beralih ke promosi daring di beberapa media sosial dan pemesanan langsung melalui aplikasi WhatsApp.

Ami, salah seorang pengurus Galeri Usaha Kampung, turut mendesain label stiker yang direkatkan pada kemasan dan menyebarkan flyer berisi penjelasan hasil produk dengan nomor kontak pengelola Galeri Usaha Kampung. Secara online, Ami aktif mengunggah postingan di Facebook dan Insta Story untuk menarik perhatian pembeli di tengah pandemi Covid-19.

“Memang yang lebih masif dan banyak orang respon itu sebenarnya WhatsApp,” Ami menambahkan lebih jauh,” kata Ami, pengurus galeri usaha kampung.

Banyak pembeli menanyakan informasi produk penyintas itu dan kemudian mememesan melalui WhatsApp. Pengiriman barang tidak hanya terbatas di kota Palu melainkan sampai ke Pulau Jawa.

Wulan dan Ami melakukan pendampingan ekonomi ke beberapa kelompok perempuan, khususnya korban bencana. Mereka melakukannya didorong kepedulian pada sesama perempuan.

Wulan merasa beruntung lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang tidak diskriminatif.

Penyintas
Para perempuan mempraktikkan cara membuat camilan kacang sembunyi dalam kegiatan pelatihan keterampilan di Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu, 18 September 2019. (Foto: Yoanes Litha/VOA)

“Orangtua yang sangat demokratis memberikan kesempatan, dan membangun keberanian anak-anak perempuan, dari kecil sampai saya dewasa sekarang,” kata Wulan.

Pendampingan ekonomi melalui GUK juga dilakukan Wulan bagi perempuan pasca bencana yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan mereka yang tinggal di hunian-hunian sementara. Beberapa perempuan dampingan itu menjelaskan selama pandemi, suami mereka kehilangan pekerjaan.

Sebelum bencana, ekonomi para perempuan korban kekerasan rumah tangga itu bergantung pada penghasilan suami sebagai nelayan dan petani.

“Ketika suami kehilangan pekerjaan, mereka tidak punya pengetahuan, tidak memiliki akses ekonomi, mereka tidak tahu mau buat apa, bebannya itu bertambah,” kata Wulan.

Wulan berharap pendampingan ekonomi melalui GUK, baik secara offline maupun online dapat membuat kelompok perempuan penyintas dan korban bencana bertahan di tengah pandemi sekaligus menghidupi anak dan keluarga. [**]

Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60