GORONTALO – Malam pertengahan ramadan atau malam qunut dikabupaten Gorontalo selalu identik dengan tradisi berdagang jajanan kacang dan pisang. Usai solat tarawih, warga akan berbondong mendatangi Lapangan Porbat Desa Payunga, Kecamatan Batudaa, yang disulap Rema Muda menjadi pasar jajanan untuk membeli pisang dan kacang sambil sesekali berswafoto.mengabadikan tradisi yang telah turun temurun tersebut.
Tradisi berjualan pisang dan kacang konon bermula pada tahun 901 M saat itu para pemuda Batudaa, datang dari pelosok desa melakukan tradisi mandi kebal.Usai solat tarawih para pemuda itu melakukan latihan silat dan uji kebal di lapangan yang saat itu berlokasi di dusun Kulambu.
“Usai melakukan latihan mereka membeli kacang dan pisang di dipasar” kata Samsudin Muhamad yang juga sebagai Bate To Limutu To Dunggala (tokoh adat setempat) Senin (20/05/2019).
Samsudin menceritakan kala itu pedagang kacang dan pisang hanya dua orang saja yaitu, bernama Koro dan Sede. Para pemuda yang berlatih silat dan uji kebal kerap membeli kacang dan pisang kepada kedua pedagang itu.
“pada masa itu ada istilah kacang li koro kacang li Koro” ujar Samsudin.
Menurutnya saat itu para pemuda juga membawa pisang dan kacang kepada para pacarnya. Kebiasaan ini dalam istilah Gorontalo dikenal dengan Molomungo (mengunjungi kekasih dan melakukan santap kacang dan pisang bersama).
Samsudin juga menjelaskan, pada kala itu transaksi pembelian jajanan menggunakan mata uang sen.Kacang dan pisang dihargai sebesar 5 sampai 10 sen oleh pedagang yang kala itu di jual oleh Koro dan Sede.
Masih kata Samsudin, pada 2006 tradisi berjualan kacang dan pisang dipindahkan di lapangan Porbat yang dahulu lokasi berjualan berada di dusun Kulambu. Walaupun kegiatan ini sudah dipindahkan sejak 2006, hal itu tidak mengurangi makna dari tradisi berjualan kacang dan pisang. (KT05)