Pojok6.id (Peristiwa) – Sidang perkara Batu Hitam Bone Bolango yang melibatkan empat Warga Negara Asing (WNA) asal Cina sebagai terdakwa telah selesai, dengan divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Gorontalo, pada Senin(19/12/2022).
Terkait hal itu, salah seorang aktivis asal Suwawa, Bone Bolango, Dewa Diko mempertanyakan perihal vonis bebas yang diberikan oleh majelis hakim, sementara dalam kasus yang lain justru dinyatakan bersalah.
Saat diwawancara, Dewa mengatakan pihaknya menghargai putusan Pengadilan Negeri Kota Gorontalo yang menyatakan keempat WNA asal China tidak bersalah dan tidak dapat dipidana.
“Namun yang jadi pertanyaan saya, kenapa didalam kasus Charlie Saputra Yang, PN Gorontalo memvonis enam bulan penjara, sementara keempat WNA divonis bebas,” kata Dewa Diko.
Menurutnya, modus yang dilakukan oleh Charlie Saputra Yang atau Ko’ Charlie sama dengan modus yang dilakukan oleh keempat WNA tersebut, yaitu sama-sama membeli dari masyarakat penambang.
Lokasi pertambangan untuk mengambil Batu Hitam yang dibeli oleh Ko Charlie juga merupakan lokasi yang sama dengan kasus WNA tersebut.
“Penerapan pasal pun sama yaitu Pasal 161 Undang-Undang nomor 3 tahun 2020, tentang Perubahan atas Undang Undang No 04 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” jelasnya.
Terhadap beda putusan tersebut, lanjut Dewa, akan menimbulkan keraguan di masyarakat, terhadap penanganan perkara Batu Hitam.
“Apakah boleh menjual atau tidak. Jangan sampai kemudian, ketika masyarakat sudah beraktifitas usaha pertambangan, tiba-tiba ada lagi perkara hukum baru,” tegas Dewa Diko.
Terkait pertimbangan Majelis hakim yang tidak menyalahkan masyarakat penambang, menurutnya sudah sepatutnya hal tersebut dilegalkan.
“Sebab, masyarakat sudah sejak tahun 1991 melakukan aktivitas pertambangan, namun tidak memperoleh haknya dari pemerintah,” jelasnya.
Ia menambahkan, kapasitas dirinya ingin mendapatkan jaminan kepastian hukum dari aktifitas masyarakat penambang yang ada di Suwawa Bone Bolango.