JAKARTA – Kubu Ketua Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) mengancam akan mempidanakan KPU jika tidak memasukkan nama OSO ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD seperti keputusan Bawaslu. Reporter VOA Ahmad Bhagaskoro melaporkannya dari Jakarta.
Sidang Bawaslu memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menetapkan Ketua Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai calon tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019. Namun, Ketua Majelis Hakim Abhan menjelaskan OSO harus mundur dari kepengurusan partai politik paling lambat satu hari sebelum penetapan agar dapat ditetapkan calon anggota DPD terpilih. Sebaliknya, jika OSO tidak mundur dari partai politik, Bawaslu meminta KPU tidak menetapkan OSO sebagai calon terpilih.
“Memerintahkan terlapor untuk melakukan perbaikan administrasi dengan mencabut Keputusan KPU NOMOR 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan daftar penetapan daftar calon tetap perseorangan peserta pemilu anggota DPD 2019,” kata Ketua Majelis Hakim Abhan saat membacakan putusan di Kantor Bawaslu, Rabu (9/1).
Bawaslu memerintahkan KPU mencatatkan nama OSO pada Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD pemilu 2019 paling lama tiga hari kerja setelah putusan dibacakan. Menanggapi putusan ini, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), Hasyim Asyari mengatakan akan mempelajari dan membahas putusan Bawaslu dalam rapat pleno sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
“KPU akan membaca dan mempelajari salinan Putusan Bawaslu perkara OSO. Putusan tersebut dibahas dalam pleno KPU dan pleno akan mengambil keputusan terhadap Putusan Bawaslu tersebut,” jelas Hasyim.
Sementara itu, kuasa hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Herman Kadir mengancam akan mempidanakan KPU jika nantinya tidak mencatat nama OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) seperti yang diputuskan Bawaslu.
“Kami akan menunggu 3 hari setelah putusan Bawaslu ini. Karena di dalam UU, putusan hakim, KPU wajib mencatat nama OSO dalam DCT, itu perintah Bawaslu. Kalau KPU dalam 3 hari tidak mencatat nama OSO, terlepas persoalan pengunduran diri, kalau tidak kami akan ambil langkah pidananya,” jelas Herman Kadir.
Kasus sengketa antara OSO dan KPU bermula saat KPU mengeluarkan surat edaran kepada OSO untuk menyerahkan surat pemberhentian dari Parpol paling lambat 19 September 2018. Hal tersebut sesuai dengan larangan Mahkamah Konstitusi (MK) bagi calon DPD rangkap jabatan dengan pengurus Parpol.
Putusan MK tersebut ditindaklanjuti oleh KPU dengan mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017 tentang rangkap jabatan bagi calon peserta pemilu. Namun OSO tidak terima dan melaporkan KPU ke Bawaslu. Pihak OSO menduga KPU melanggar administrasi pemilu. [*]
Sumber Berita dan Foto : VoA Indonesia