Gorontalo – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Gorontalo serta Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar melakukan sosialisasi jenis ikan dilindungi di Balai Desa Bumbulan, Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato, Jumat (8/3/19).
Sosialisasi yang dibuka Kadis DKP Sutrisno ini dihadiri oleh perwakilan TNI AL, Polair, BKIPM, penyuluh perikanan, pelaku usaha perikanan dan nelayan. Sosialisasi diharapkan dapat memberikan pemahaman pada nelayan mana hiu yang bisa dimanfaatkan dan mana yang dilindungi.
Merujuk Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan No. 5 tahun 2018, dari semua jenis Hiu yang ada hanya ada 1 jenis hiu yang berstatus perlindungan penuh yaitu Hiu Paus. Sisanya bisa dimanfaatkan oleh nelayan untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan.
“Boleh ditangkap pun tidak berarti bisa semena-mena ditangkap. Perlu mempertimbangkan faktor usia, besaran ikan dan seterusnya. Kita harus mempertimbangkan faktor pelestarian dan keberlanjutan dari hiu itu sendiri,” terang Sutrisno.
Permen tersebut juga mengatur tentang ikan hiu yang tidak bisa diekspor. Ada dua jenis yang dilarang ekspor yakni Hiu Martil dan Hiu Koboi.
“Jadi nelayan tak perlu lagi sembunyi-sembunyi untuk melakukan penangkapan hiu. Makanya perlu digelar sosialsiasi agar nelayan tau mana yang bisa ditangkap mana yang tidak,” kata Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian BPSPL Makassar, Urif Syarifudin.
Keberadaan ikan hiu di perairan Gorontalo cukup menyita animo nelayan. Banyak nelayan yang sebelumnya mencari ikan tuna beralih menjadi pemburu hiu.
Penghasilan nelayan Kecamatan Paguat rata-rata Rp20-60 juta perbulan dengan rentan waktu pemancingan 10-15 kali trip (perjalanan). Harga ikan Hiu basah berada dikisaran Rp300 ribu – Rp1 juta dan harga kering sekitar Rp 700 Ribu – Rp 1,2 Juta bergantung jenisnya.
Jenis Hiu Pari merupakan jenis hiu yang paling mahal yaitu dengan harga kisaran Rp3,2 Juta perkilo dalam kondisi kering. Sirip Hiu Pari bisa mencapai berat hingga 3 kg. (adv)
Sumber: Humas Pemprov Gorontalo