Solidaritas Jurnalis Gorontalo: Polisi Pelaku Intimidasi Jurnalis Harus Bertanggung Jawab

Solidaritas Jurnalis Gorontalo usai melaksanakan Refleksi Jurnalisme Gorontalo tahun 2024, Senin (30/12). Foto: istimewa

Pojok6.id (Gorontalo) – Solidaritas Jurnalis Gorontalo dengan tegas menyatakan bahwa permintaan maaf dari Kapolda Gorontalo pada 24 Desember 2024, terkait insiden intimidasi terhadap wartawan RTV, Ridha Yansa alias Yayan, belum cukup untuk menyelesaikan persoalan ini. Pelaku intimidasi yang merupakan anggota kepolisian harus bertanggung jawab secara moral, etik, dan individu atas tindakan yang telah mencoreng kebebasan pers.

Kronologi insiden yang terjadi pada Senin, 23 Desember 2024, menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap hak-hak jurnalis. Saat menjalankan tugasnya secara resmi dengan ID card yang terlihat jelas, Yayan merekam jalannya aksi demonstrasi HMI Badko SulutGo di depan Polda Gorontalo.

Namun, seorang anggota polisi secara tiba-tiba menghampiri, memukul ponselnya hingga rusak, dan melarangnya untuk merekam dengan berkata, “Jangan dulu merekam.” Akibat tindakan ini, ponsel Yayan mengalami kerusakan parah, sehingga menghambat tugas jurnalistiknya.

Kapolda Gorontalo, Irjen Pol. Pudji Prasetijanto Hadi, memang telah meminta maaf kepada para jurnalis dan menyatakan bahwa dirinya bertanggung jawab secara institusional atas kejadian tersebut. Namun, Solidaritas Jurnalis Gorontalo menegaskan bahwa permintaan maaf institusi tidak cukup tanpa adanya tindakan tegas kepada pelaku di lapangan. Permintaan maaf harus diikuti dengan langkah nyata, yang menunjukkan komitmen institusi kepolisian dalam melindungi kebebasan pers dan menindak pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.

Wawan Akuba, Koordinator Solidaritas Jurnalis Gorontalo, dalam pernyataannya menegaskan:

“Permintaan maaf dari Kapolda adalah langkah awal, tetapi kami meminta pelaku intimidasi untuk secara langsung meminta maaf kepada Ridha Yansa, dan kepada seluruh jurnalis atas tindakan yang mencoreng integritas pers. Tindakan pelaku bukan hanya melukai Yayan secara pribadi, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian, sebagai institusi penegak hukum. Perlu diingat, kebebasan pers dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan tindakan ini jelas melanggar pasal-pasal yang menjamin kemerdekaan pers.”

Refleksi Jurnalisme Gorontalo, Senin (30/12). Foto: iwandije

Keputusan ini disepakati bersama dalam Refleksi Jurnalisme Gorontalo di akhir tahun yang digelar pada Senin, 30 Desember 2024. Acara ini dihadiri lintas organisasi pers dan seluruh perwakilan media pers di Gorontalo, yang bersama-sama menyerukan pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran kebebasan pers. Sikap ini juga dimaksudkan sebagai sinyal bagi kepolisian di seluruh Indonesia, agar lebih menghormati kebebasan pers dan memastikan kejadian serupa tidak terus berulang di masa depan.

Solidaritas Jurnalis Gorontalo meminta agar:

Pelaku intimidasi segera dimintai pertanggungjawaban secara individu, baik melalui proses hukum maupun disiplin internal kepolisian.

Kapolda Gorontalo memastikan adanya evaluasi terhadap pola pengamanan demonstrasi, agar kejadian serupa tidak terulang.

Kepolisian memberikan jaminan perlindungan kepada jurnalis yang bertugas di lapangan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Insiden ini menjadi pengingat bahwa kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi yang harus dilindungi oleh semua pihak, termasuk aparat penegak hukum. Ketidakmampuan untuk melindungi jurnalis yang sedang bertugas, tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

Solidaritas Jurnalis Gorontalo akan terus mengawal kasus ini hingga ada keadilan yang nyata bagi Ridha Yansa dan seluruh jurnalis yang bekerja di Gorontalo.

Related posts