JAKARTA – Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan aspirasi pemekaran wilayah provinsi Papua Selatan disampaikan masyarakat Papua saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Mahfud tidak menyebut waktu pertemuan Jokowi dan masyarakat Papua.
Namun, pada awal September lalu Jokowi memang bertemu dengan 61 tokoh Papua yang terdiri dari tokoh adat, agama, pemuda dan akademisi. Pertemuan tersebut untuk membahas aksi unjuk rasa yang meluas di berbagai wilayah Papua menyusul tindakan rasisme di Surabaya, Jawa Timur.
Kendati demikian, Mahfud menyebut rencana pemekaran tersebut sudah tepat.
“Bahwa ada yang tidak setuju, biasa saja. Pasti ada yang tidak setuju, kan sekarang belum dimekarkan. Tapi nampaknya upaya pemekaran itu tepat,” jelas Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (5/11).
Mahfud mengklaim pemerintah dan DPR satu suara soal pemekaran wilayah provinsi Papua Selatan. Ia menuding orang-orang yang tidak setuju dengan rencana pemekaran ini adalah orang-orang yang ingin Papua merdeka dari NKRI.
“Yang beda itu kan, orang yang memang ‘tanda petik’ ingin Papua merdeka,” tambah Mahfud.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengatakan pihaknya belum menerima aspirasi dari masyarakat Papua terkait rencana pemekaran wilayah provinsi Papua Selatan. Padahal, menurutnya, berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, pemekaran wilayah di Papua harus mendapat persetujuan dari MRP.
“Pertama, MRP itu mendukung presiden Jokowi moratorium untuk pemekaran provinsi maupun kabupaten. Kita mendukung dan berkomitmen. Kemudian kalau mau melakukan pemekaran itu harus berdasar tahapan dan aturan yang berlaku,” jelas Timotius Murib saat dihubungi VOA, Rabu (6/11).
Timotius Murib menambahkan MRP baru akan memproses rencana pemekaran jika sudah ada usulan yang masuk ke lembaganya.
Sementara itu, Koordinator KontraS Papua, Sam Awom mempertanyakan munculnya wacana pemekaran wilayah dalam pertemuan antara sekelompok tokoh Papua dan Jokowi pada September lalu. Sebab, menurutnya pertemuan tersebut pada mulanya untuk membahas aksi unjuk rasa yang meluas di Papua, bukan pemekaran wilayah.
“Saat ini rakyat ingin ada penegakan hukum, ada penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Dan banyak persoalan pembangunan yang belum tuntas di 2 provinsi, baik di kabupaten maupun lainnya,” tutur Sam Awom kepada VOA, Rabu (6/11).
Sam juga khawatir pemekaran wilayah di provinsi Papua Selatan akan membuat konflik horisontal di wilayah setempat dan semakin meminggirkan penduduk lokal Papua. Karena itu, ia meminta pemerintah pusat tidak memaksakan pemekaran wilayah yang belum ada pembahasan apapun di MRP. [**]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia