Solo – Pemerintah Indonesia hari Senin (21/1) menangguhkan rencana pembebasan bersyarat Abu Bakar Ba’asyir karena ia menolak menandatangani ikrar atau pernyataan setia pada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI sebagai salah satu dari tiga prasayat dasar pengajuan bebas bersyarat. Ba’asyir baru memenuhi satu syarat saja yaitu sudah menjalani 2/3 masa hukuman yang dijatuhkan kepadanya, yaitu 9 tahun dari vonis hukuman 15 tahun; juga karena pertimbangan usia, kondisi fisik dan kesehatan yang menurun.
Pembatalan rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir berdampak pada rangkaian acara yang sudah dipersiapkan pondok pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo, sejak Senin (21/1) hingga Rabu (23/1). Juru bicara Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Muchson, mengatakan ada sekitar 1.300 santri dan undangan, akomodasi penjemputan yang disiapkan dalam prosesi penyambutan kedatangan Abu Bakar Ba’asyir. Muchson yang juga pengajar di ponpes ini kecewa dengan pembatalan pembebasan pendiri dan pengasuh ponpes tesebut.
“Kita sudah siapkan tenda di dalam kompleks ponpes. Ada 1.300an santri di sini, belum lagi kalau ada warga yang datang dan undangan yang ingin melihat Ustad Abu ke sini. Kita undang juga 20an perwakilan ponpes di Solo dan sekitar sini. Makanan sudah kita pesan, akomodasi penjemputan hingga rundown acara penyambutan kedatangan di ponpes. Ya sudah, mau bagaimana lagi kalau seperti ini dibatalkan,” ujar Muchson.
Menkopolhukam Batalkan Pembebasan Ba’asyir
Presiden Jokowi Jum’at lalu (18/1) mengisyaratkan rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir alasan kemanusiaan. Pernyataan kuasa hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra, yang disampaikan setelah ia menjenguk langsung Ba’asyir di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat direspon cepat oleh keluarga Ba’asyir maupun Tim Pengacara Muslim TPM. Koordinasi pengurusan administrasi pembebasan dilakukan keluarga Ba’asyir, TPM, dan Kemenkumham. Namun dalam proses itu Ba’asyir tetap menegaskan bahwa ia menolak menandatangani dokumen yang berisi pengakuan atau ikrar kesetiaan pada Pancasila dan NKRI sesuai aturan perundangan yang berlaku dalam pembebasan bersyarat. Hari Senin (21/1) Menkopolhukam Wiranto secara resmi menyatakan akan mengkaji kembali rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir dan membatalkan pembebasan tanpa syarat yang sebelumnya digaungkan.
Ba’asyir Dirikan Ponpes Ngruki Tahun 1972
Abu Bakar Ba’asyir mendirikan Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki Sukoharjo tahun 1972. Sepuluh tahun kemudian, ia dan Abdullah Sungkar divonis sembilan tahun penjara karena dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Mahkamah Agung ketika itu menjatuhkan sanksi tahanan rumah. Namun keduanya melarikan diri ke Malaysia tahun 1985.
Ketika Orde Baru tumbang, Ba’asyir kembali ke Indonesia dan kemudian mendirikan organiasi Majelis Mujahidin Indonesia MMI. Enam tahun kemudian ia membentuk Jemaah Ansharut Tauhid JAT. Ia sempat menjadi tersangka kasus terorisme karena pengakuan Omar Al Faruq, tokoh terorisme di Afghanistan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian memvonis Ba’asyir empat tahun penjara, tetapi kemudian dibatalkan Mahkamah Agung karena tidak terbukti.
Tahun 2003 Ba’asyir menjalani hukuman penjara divonis 2,6 tahun terkait pelanggaran imigrasi. Setelah melakukan upaya hukum, vonis tersebut berkurang menjadi 1,5 tahun. Ia sempat menghirup udara bebas tahun 2006 usai mendapat remisi 4, 5 bulan. Namun tahun 2010 Ba’asyir kembali ditangkap ketika berada di Jawa Barat dan setahun kemudian divonis 15 tahun penjara karena terbukti terlibat membiayai pelatihan kelompok teroris di Aceh sebesar 1,39 miliar rupiah. Beberapa upaya kasasi kemudian ditolak Mahkamah Agung.
Keluar Masuk Penjara, Kondisi Kesehatan Ba’asyir Kini Menurun
Ba’asyir yang pada 17 Agustus nanti akan berusia 81 tahun kini mendekam di LP Gunung Sindur, Bogor, setelah dipindahkan dari LP Nusakambangan Jawa Tengah karena kondisi kesehatan yang terus menurun. Upaya pembebasannya kini ditangguhkan menunggu kajian hukum dan administratif lainnya. [*]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia