Permohonan Banding 2 Wartawan Reuters di Myanmar Ditolak

Wartawan Reuters di Myanmar, Wa Lone (kiri) dan Kyaw Soe Oo (kanan) di Yangon, Myanmar, 11 Desember 201. (Foto: dok).

Myanmar – Permohonan banding dua wartawan  di Myanmar atas vonis dan hukuman tujuh tahun penjara terhadap mereka telah ditolak, Jumat (11/1).

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap pada Desember 2017 karena melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi Myanmar.

Hakim yang mengukuhkan vonis terhadap mereka mengatakan para pengacara kedua wartawan itu tidak memberi bukti yang cukup untuk menunjukkan klien mereka tidak bersalah. “Ini adalah hukuman yang sesuai,” kata Hakim Pengadilan Tinggi Aung Naing mengenai hukuman tersebut.

Read More

Kedua wartawan itu menyatakan mereka ditangkap dengan dijebak oleh polisi yang berniat menghambat pemberitaan mengenai pembantaian kelompok masyarakat minoritas Muslim di Myanmar, Rohingya.

Pemimpin redaksi Reuters Stephen Adler mengatakan dalam suatu pernyataan, kedua orang itu “tetap dipenjarakan karena satu alasan: mereka yang berkuasa ingin membungkam kebenaran.”

Adler menambahkan, “Reportase bukanlah kejahatan, dan sebelum Myanmar memperbaiki hal yang sangat keliru ini, pers di Myanmar tidak bebas, dan komitmen Myanmar bagi supremasi hukum dan demokrasi tetap diragukan.”

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt mengatakan pemimpin Myanmar seharusnya menaruh perhatian pada kasus itu dan memastikan apakah proses yang sesuai hukum diterapkan.

Kristian Schmidt, Duta Besar Uni Eropa untuk Myanmar mengatakan, putusan hari Jumat itu merupakan “kegagalan dalam penegakan keadilan dan membuat kami sangat prihatin atas independensi sistem peradilan Myanmar.”

Menurut PBB, penindakan militer Myanmar yang brutal terhadap warga Rohingya itu sama dengan pembersihan etnis.

Ratusan ribu warga Rohingya Myanmar telah meninggalkan tempat tinggal mereka di negara bagian Rakhine ke kamp-kamp di negara tetangga, Bangladesh.

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo termasuk di antara sekelompok jurnalis yang pada Desember lalu oleh majalah Time disebut sebagai “Tokoh Tahun Ini.”

Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai arah Myanmar menuju demokrasi dan komitmennya terhadap kebebasan pers. [*]

Sumber Berita dan Foto :

Related posts