Pengacara Korban Minta Polda Gorontalo Terapkan Pasal Berlapis Kepada Pelaku Pelecehan Seksual

Aksi unjukrasa mahasiswa IAIN Gorontalo pasca beredarnya informasi kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa rekannya dan diduga dilakukan oleh seorang oknum dosen .(Foto : Istimewa)

GORONTALO  –  Kasus dugaan yang menimpa seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Gorontalo terus bergulir. Terbaru, tim kuasa dari korban meminta agar menerapkan pasal berlapis yaitu pasal 285 KUHP tentang  Pemerkosaan dan juga Pasal 289 tentang cabul.

Sebelumnya kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswa  yang menyeret nama seorang oknum dosen sebagai pelaku menyita perhatian publik. Oknum dosen itu akhirnya dipecat dari perguruan tinggi tempatnya mengabdi.

“Kami berharap Polda Gorontalo menerapkan pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dan juga Pasal 289 tentang cabul, dengan ancaman hukuman masing masing dua belas tahun dan sembilan tahun penjara,” kata  Yakop A.R Mahmud selaku ketua tim kuasa hukum dari korban.

Read More
banner 300x250

Yakop mengatakan  dalam pasal 285 barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Sementara pasal 289 KHUP Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang  untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Menurutnya bahwa, ada upaya menjebak korban yang dilakukan oleh pelaku. Selain itu, sudah ada niat dan rencana dengan mengarahkan korban langsung ke kamar kos milik pelaku.

“Korban menceritakan bahwa, ada upaya memaksa yang dilakukan oleh dosennya, namun korban melakukan perlawanan dan berhasil melarikan diri,” urainya menceritakan kembali sekilas kronologi kejadian tersebut.

Dengan diterapkannya pasal berlapis terhadap pelaku, lanjut Yakob modus oleh oknum dosen semacam ini bisa hilang dan tidak ada lagi mahasiswi yang menjadi korban berikutnya.

“Tidak ada istilah khilaf dalam hal seperti ini, sudah ada niat dan perencanaan,” tegasnya. (rls)

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60