Penambang Lokal Pohuwato Bakal Tersingkir, WPR Diduga dikuasai Kelompok Pemodal Besar

Ilustrasi pertambangan. Foto: Dok.Tirto

Pojok6.id (Tajuk) – Di tengah carut marut penegakan hukum terhadap Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang tak kunjung usai, sebuah babak baru yang lebih mengkhawatirkan kini membayangi nasib ribuan penambang kecil di Kabupaten Pohuwato.

Rencana pemerintah untuk menata kawasan tambang melalui skema Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang seharusnya menjadi solusi, justru terindikasi kuat hanya akan melayani kepentingan satu kelompok pemodal raksasa. Akibatnya, para penambang lokal yang telah bertahun-tahun menggantungkan hidupnya dari emas kini harus bersiap-siap untuk tergusur.

Berdasarkan informasi yang dihimpun hingga Senin (13/10/2025), proses pengusulan WPR dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di beberapa titik strategis di Pohuwato sedang berjalan.

Read More
banner 300x250

Namun, alih-alih merangkul dan memfasilitasi para penambang lokal yang sudah ada, proses ini disebut-sebut telah “dikondisikan” untuk memberikan karpet merah kepada satu kelompok besar, yang memiliki modal miliaran rupiah dan jaringan yang luas.

Kondisi ini secara efektif menutup pintu legalitas bagi para penambang rakyat. Mereka yang selama ini bekerja dalam status ilegal, kini dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa kesempatan untuk menjadi legal justru akan diberikan kepada pemain besar. Hal ini diprediksi akan menciptakan monster baru dalam dunia pertambangan Pohuwato: monopoli yang dilegalkan oleh negara.

Konsekuensi paling nyata dari kebijakan yang timpang ini adalah penggusuran massal. Setelah kelompok pemodal tersebut resmi mengantongi IPR, status hukum para penambang lokal akan berubah drastis.

Dari yang semula hanya “penambang ilegal”, mereka akan dicap sebagai “penyerobot lahan konsesi legal”. Pada titik inilah, aparat penegak hukum yang selama ini diam seribu bahasa, diprediksi akan diturunkan untuk melakukan “penertiban”.

Ironisnya, Polres Pohuwato yang selama bertahun-tahun bungkam menghadapi ratusan alat berat PETI yang merusak lingkungan—sebuah kebisuan yang diduga akibat adanya “upeti” miliaran rupiah—nantinya justru akan menjadi garda terdepan dalam menghadapi rakyatnya sendiri.

Kekuatan aparat akan digunakan bukan untuk menindak kejahatan lingkungan skala industri, melainkan untuk melindungi kepentingan investasi satu kelompok elite.

Ancaman ini semakin nyata mengingat dampak PETI yang sudah sangat parah. Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, Mulyadi Mario, program swasembada pangan di Pohuwato telah gagal total akibat sedimentasi lumpur tambang. Kondisi krisis inilah yang dijadikan dalih untuk “menata” kawasan, namun penataan yang dilakukan justru berpotensi menyingkirkan korban paling rentan dari lahan mereka.

“Jangan sampai proses legalisasi ini hanya menjadi alat untuk melegalkan perampasan hak-hak masyarakat kecil. Pemerintah harus hadir untuk melindungi warganya, bukan memfasilitasi pemodal besar untuk menggusur mereka,”

Bagi ribuan penambang lokal, ini adalah pertaruhan hidup dan mati. Mereka kini berada di persimpangan jalan antara terus bekerja secara ilegal dengan risiko berhadapan dengan hukum, atau tersingkir selamanya dari satu-satunya sumber penghidupan mereka.

Tanpa adanya kebijakan yang berpihak dan adil, penggusuran bukan lagi sekadar ancaman, melainkan keniscayaan yang tinggal menunggu waktu.

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60