Pemerintah Belum Bisa Tentukan Sanksi Bagi Lion Air

Pemerintah melakukan audit khusus untuk maskapai penerbangan Lion Air pasca kecelakaan pesawat bernomor penerbangan JT 610, Oktober 2018. (Foto: ilustrasi).

Jakarta – Jatuhnya pesawat bernomor penerbangan JT 610 Senin pekan lalu terus mendapat sorotan luas. Selain mengakibatkan 189 orang meninggal dunia, musibah yang dialami pesawat Lion Air sudah berulang kali terjadi.

Meski begitu, kepada wartawan usai pertemuan antara pemerintah dan manajemen Lion Air dengan pihak keluarga korban yang dilangsungkan di sebuah hotel di kawasan Cawang, Jakarta, Timur, Senin (5/11), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan pihaknya belum dapat menentukan sanksi bagi Lion Air.

Budi beralasan pihaknya masih mengaudit secara khusus Lion Air setelah kecelakaan menimpa pesawat bernomor registrasi PK-LQP itu. Audit khusus itu berkaitan dengan standar operasi, kualitas awak pesawat, hingga koordinasi dengan pemangku kepentingan lain.

Read More
banner 300x250

Audit khusus itu, lanjut Budi, diperkirakan rampung lima hari sampai sepekan mendatang. Dia menambahkan belum bisa dipastikan apakah kecelakaan Lion Air JT 610 itu akibat kesalahan manusia atau kesalahan teknis. “Kita akan lakukan satu yang namanya klarifikasi yang dilakukan oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi). Jadi kita akan mengikuti rekomendasi yang disandarkan pada ketentuan yang berlaku. Apabila itu (sanksi) menjadi suatu rekomendasi, itulah yang kita lakukan,” jelasnya.

Budi menjelaskan Direktorat Perhubungan Hubungan Udara juga telah memeriksa sepuluh Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air lainnya dan satu pesawat jenis yang sama milik Garuda. Hasilnya, kesebelas pesawat yang sama jenisnya dengan pesawat yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, dinyatakan laik terbang.

Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Muhammad Syauqi meminta seluruh keluarga korban untuk memahami apa yang telah dilakukan Basarnas dan berbagai pihak terkait dalam upaya mengevakuasi korban Lion Air JT 610 rute Cengkareng-Pangkal Pinang yang jatuh minggu lalu.

Syauqi menambahkan pada Senin, 29 Oktober 2018 pada pukul 06.50, Basarnas menerima informasi Lion Air JT 610 mengalami kehilangan kontak. Dalam waktu tidak lebih dari setengah jam, setelah melalui proses verifikasi, Basarnas memberangkatkan empat kapal untuk menuju koordinat lokasi ketika Lion JT 610 tidak dapat dihubungi.

Kemudian, lanjut Syauqi, lokasi jatuhnya pesawat tidak jauh dari pantai Tanjung Pakis. Hal inilah yang membuat tim evakuasi bisa cepat sampai ke tempat kejadian.

Syauqi menegaskan pemerintah serius dalam upaya pencarian korban Lion Air JT 610. Salah satunya dibuktikan dengan menerjunkan 1.327 personel dari semua instansi terkait, termasuk Basarnas, TNI, Polri, KNKT.

“Karena tugas utama dari tim SAR gabungan ini adalah mengevakuasi korban. Termasuk di dalamnya sebanyak 151 penyelaman yang handal, bersertifikat internasional. Jadi mereka ini memiliki kualifikasi tinggi untuk melakukan pencarian di bawah air,” kata Syauqi.

Lebih lanjut Syauqi mengungkapkan upaya pencarian korban juga melibatkan lima helikopter, 61 kapal di luar kapal-kapal nelayan, dan ambulans. Dari kapal yang diterjunkan terdapat empat kapal berperalatan canggih untuk mendeteksi bawah air, yakni sight scan sonar, multibeam eco sounder, remote operated underwater vehicle.

Menurut Syauqi, mekanisme pencarian korban menggunakan tiga cara, yaitu lewat udara menggunakan helikopter, pencarian di permukaan air memakai kapal, dan pencairan di bawah air menggunakan peralatan canggih serta menerjunkan penyelam-penyelam handal.

Syauqi mengatakan operasi pencarian korban diperpanjang sampai tiga hari ke depan.

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menjelaskan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT-610 mengalami pecah ketika bersentuhan langsung dengan air dan bukan pecah di udara. Dia menambahkan serpihan-serpihan pesawat tersebar dalam radius 250 x 250 meter persegi. “Jadi pesawat mengalami pecah ketika bersentuhan dengan air dan pesawat tidak pecah di udara. kalau pecah di udara maka serpihannya akan sangat lebar. Kami tegaskan bahwa pesawat saat menyentuh air dalam keadaan utuh,” tutur Soerjanto.

Menurut Soerjanto, berdasarkan temuan mesin pesawat, dapat disimpulkan mesin dalam keadaan hidup dengan putaran yang cukup tinggi saat pesawat menyentuh air. Hal ini ditandai oleh hilangnya turbin dan kompresor.

Soerjanto menambahkan tim SAR gabungan masih harus mencari satu kotak hitam lagi karena baru satu yang ditemukan yakni kotak hitam berisi data penerbangan atau FDR (flight data recorder). FDR ini berisi data antara lain kecepatan, ketinggian, putaran mesin, temperatur, posisi kemudi pesawat dalam kokpit, dan bidang-bidang kemudi. [*]

Sumber Berita dan Foto : VoA Indonesia

Baca berita kami lainnya di

Related posts

banner 468x60