Solusi Pemerintah Belum Maksimal
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan sesuai dengan mandat Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2017, pemerintah seharusnya mengupayakan adanya pembebasan biaya penempatan atau zero cost bagi CPMI tersebut. Namun, dikarenakan adanya pandemi COVID-19 menjadikan komponen biaya penempatan tersebut melambung tinggi, dan dibebankan kepada para pekerja.
Ia mencontohkan biaya tambahan yang naik pasca terjadinya pandemi COVID-19 adalah biaya kesehatan yang meliputi tes PCR, kemudian biaya karantina di negara penempatan seperti Hong Kong dimana para pekerja harus membayar minimal Rp21 juta untuk karantina selama 21 hari.
“Itu yang saya kira harus menjadi tugas dari Kemenaker ataupun BP2MI untuk memastikan bahwa tata kelola, atau penempatan pekerja migran pasca pandemi itu tidak seharusnya membebani pekerja migran,” ,” ungkap Wahyu kepada VOA.
“Jadi artinya mumpung sekarang ini mobilitas atau laju ke luar negeri masih angkanya rendah harus juga dibarengi dengan diplomasi pemerintah Indonesia. Jadi mendorong adanya MoU khususnya memastikan di mana salah satu klausulnya juga tentang pembebanan biaya yang tidak boleh memberatkan pekerja migran, ini yang belum dipikirkan oleh pemerintah,” tambahnya.
Terkait solusi pembiayaan penempatan yang bersumber dari KUR, menurutnya, juga bukan merupakan solusi yang terbaik. CPMI, ujar Wahyu enggan untuk mengambil KUR tersebut karena tidak ingin terjerat utang.