Jakarta – Perkelapaan Indonesia saat ini mengalami berbagai permasalahan serius dalam hal agribisnis. Industri kelapa di beberapa daerah mengalami kekurangan bahan baku. Sementara di daerah sentra produksi lainnya produksi berlimpah. Harga kopra sebagai produk utama di Indonesia anjlok di daerah-daerah sentra produksi kelapa. Upaya-upaya mendongkrak harga kelapa yang saat ini berkisar antara Rp. 600 – Rp. 1200 per butir melalui diversifikasi produk belum menunjukkan keberhasilan.
Pendapatan petani kelapa yang menguasai 98% perkebunan kelapa rendah. Akibatnya upaya-upaya peningkatan produksi stagnan. Produktivitas kelapa tidak beranjak naik dari 1.0 – 1.2 ton ekivalen kopra per tahun. Peremajaan dan intensifikasi kelapa telah dilakukan tetapi belum memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan produksi di tingkat petani. Ironisnya, Indonesia sebagai negara penghasil kelapa terbesar di dunia belum menempatkan kelapa sebagai komoditi prioritas untuk dikembangkan. Padahal, produk kelapa di pasar global seperti minyak kelapa, kelapa parut kering, gula kelapa, nata de coco, sabut dan tempurung kelapa serta minuman air kelapa menunjukkan prospek yang menjanjikan dari segi konsumsi dan harga.
Di tengah pusaran berbagai masalah tersebut, Koalisi Kabupaten Penghasil Kelapa Indonesia (KOPEK) melakukan pertemuan di Hotel Maxone, Jakarta tanggal 16 Mei 2019. Pertemuan dihadiri oleh Para Bupati dari Kabupaten Penghasil Kelapa, Perwakian dari Kementerian Perdagangan, Pengusaha dan Asosiasi Perkelapaan seperti Asosiasi Industri Kelapa Indonesia (AISKI), Gabungan Pengusaha Nata de Coco Indonesia (GAPNI), Perhimpunan Pengusaha Minyak Kelapa Indonesia (Pepmikindo), Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) serta Konsultan dari Daemeter Consulting.
Prof Dr Ir Nelson Pomalingo, M.Pd, sebagai Ketua Kopek, dalam pembukaannya menyampaikan bahwa pertemuan membicarakan tiga agenda besar. Pertama, mencari solusi permasalahan perkelapaan di Indonesia khususnya menyangkut harga kelapa. Kedua, persiapan pelaksanaan Festival Kelapa Internasional (FKI) di Karangasem, Bali yang direncanakan pada tanggal 14 – 17 September 2019. Ketiga, pengembangan organisasi KOPEK dan dewan otoritas kelapa. Keempat, peran aktif Indonesia dalam International Coconut Community (ICC) yang akan melakukan kongres di Manila, Filipina pada bulan Agustus 2019.
Pada pertemuan KOPEK kali ini, tampil sebagai pembicara utama Prof Dr Ir Nelson Pomalingo sebagai Ketua KOPEK, Bupati Karangasem sebagai Tuan Rumah Penyelenggaraan Festival Kelapa Internasional ke 3 dan Mr. Florian Vernas dari Daemeter Consulting. Ketua KOPEK menyampaikan secara garis besar upaya-upaya untuk menangani berbagai permasalahan kelapa di Indonesia.
Sebagai Tuan Rumah FKI 2019, Bupati Karangasem menyampaikan berbagai persiapan sehubungan dengan pelaksanaan FKI serta even-even FKI. Beberapa even unggulan dari FKI yaitu Seminar Kelapa Internasional, Festival Subak dan Kelapa, Expose Produk dan Inovasi Teknologi Kelapa Internasional, Launching Taman Mini Kelapa Indonesia dan pemecahan rekor muri kelapa.
Selain ketiga pembicara tersebut, semua bupati/wakil bupati yang hadir serta perwakilan dari kabupaten penghasil kelapa dan asosiasi perkelapan menyampaikan pandangannya tentang perkelapaan. Hadir pada pertemuan ini, Bupati Karangasem, Bupati Selayar, Bupati Kepulauan Meranti, Bupati Bondowoso, Wakil Bupati Sambas Kalimantan Barat, Asisten 2 Sekda Kabupaten Indragiri Hilir dan Perwakilan pemerintah Kabupaten Sangihe, Kulonprogo, dan Natuna Kepulaua Riau.
Prof Dr Ir Nelson Pomalingo, M.Pd sebagai ketua KOPEK pada penutupan menyampaikan beberapa beberapa kesimpulan penting pertemuan KOPEK. Pertama, Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia, pihak swasta yang tergabung dalam asosiasi petani dan pengusaha di bidang perkelapaan, serta seluruh pemangku kepentingan perkelapaan mendukung penuh pelaksanaan Festival Kelapa Internasional di Karangasem tanggal 14 – 17 September 2019. Kedua, KOPEK diharapkan untuk mengambil peran aktif dalam melahirkan kebijakan-kebijakan strategis nasional di bidang perkelapaan. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud meliputi kebijakan produksi, pengembangan industri kelapa terpadu, tataniaga dan harga produk kelapa, mendorong pemerintah pusat untuk menjadikan kelapa sebagai komoditi strategis nasional dan menginisiasi terbentuknya Dewan Otoritas Kelapa Indonesia. Ketiga, KOPEK memfasilitasi kemitraan antara pihak swasta dan pemerintah kabupaten dalam peningkatan investasi di kabupaten penghasi kelapa.
Penyediaan data perkelapaan spasial dan informasi perkelapaan di daerah yang akurat dan pendampingan investor merupakan upaya jangka pendek untuk meningkatkan investasi di daerah. Keempat, KOPEK mendukung peningkatan peran Indonesia dalam organisasi International Coconut Community (ICC) dengan pengajuan Calon Direktur ICC dari Indonesia yang memiliki kompeten di bidang perkelapaan baik nasional dan internasional melalui proses seleksi yang terbuka. (adv/rls)