JAKARTA – Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy, yang akrab disapa Rommy, divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta karena terbukti menerima suap Rp255 juta dari Kepala Kantor Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanuddin dan 91,4 juta dari Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi. Hakim menyatakan Romi melakukan intervensi langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris dan Muafaq.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korusi KPK. Salah satu pertimbangan yang meringankan karena Rommy mengembalikan uang yang ia terima. Sementara yang memberatkan yaitu perbuatan Rommy tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Mantan Ketua Umum PPP itu empat tahun penjara dan denda Rp250 juta. Tim jaksa KPK juga menuntut pidana tambahan bagi Romahurmuziy berupa uang pengganti sebesar Rp 46,4 juta dibayar paling lambat sebualn setelah vonis dijatuhkan serta pencabutan hak politik.
Majelis hakim yang diketuai Fahrizal Hendri tidak mengabulkan tuntutan jaksa KPK terkait pencabutan hak dipilih dalam pemilu, alasannya, pencabutan hak pilih untuk perkara korupsi sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi yang menyatakan mantan narapidana harus menunggu jeda waktu lima tahun setelah melewati masa pidana penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Muhammad Romahurmuziy dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda sebesar Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar denda tersebut, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” kata ketua majelis hakim Fahzal Hendri.
Romahurmuziy menerima putusan tersebut. Sementara KPK masih mempertimbangkan apakah akan melakukan banding atau tidak.
ICW Nilai Vonis Rommy Tak Cerminkan Nilai Keadilan
Menanggapi putusan hakim itu, peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai vonis terhadap Rommy ini sangat ringan dan cenderung tidak mencerminkan nilai keadilan.
“Kalau kita lihat tuntutan jaksa empat tahun, pasal yang didakwakan maksimal lima tahun, tetapi putusannya justru memotong setengah dari tuntutan KPK. Justru yang kita harapkan pengadilan bisa memberikan hukuman maksimal kepada Rommy,” ujar Kurnia.
Dia juga menyayangkan tidak dicabutnya hak politik Rommy karena sudah jelas konstruksi perkaranya bahwa Rommy memanfaatkan kekuatan politik atau relasi politik untuk melancarkan proses pergantian dari kepala kantor wilayah Kementeian Agama.
Relasi kuasa politik ini lanjut harusnya bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim untuk mengabulkan tuntutan KPK agar hak politik Rommy dicabut. Melihat kondisi-kondisi itu, lanjutnya, maka tidak ada lagi pilihan bagi KPK kecuali segera mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.
Menurutnya berdasarkan catatan ICW, sepanjang tahun 2018 saja, rata-rata hukuman koruptor hanya berkisar antara 2,5 tahun penjara. Bagaimana mungkin efek jera yang diidam-idamkan oleh Indonesia kepada pelaku korupsi akan terlaksana jika pengadilan terus menerus memproduksi putusan-putusan yang jauh dari nilai keadilan bagi masyarakat, tambahnya.
OTT KPK di Jawa Timur Ikut Jerat Rommy
Perkara dugaan korupsi yang melibatkan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy tersebut bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan pada 15 Maret 2019. Romahurmuziy terjaring bersama lima orang lainnya di wilayah Jawa Timur.
Sehari kemudian, KPK menetapkan Romahurmuziy sebagai tersangka. Begitu pula Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanudin dan Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik Muafaq Wirahadi.
Romahurmuziy menerima suap dari kedua orang tersebut untuk melancarkan proses seleksi jabatan di Kementerian Agama. Muafaq ingin mendapat posisi Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik, sedangkan Haris ingin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
Mereka menganggap Romahurmuziy mampu membantu. Apalagi Menteri Agama saat itu, Lukman Hakim Saifuddin, merupakan kader PPP.
Haris berhasil mendapatkan jabatan yang dia impikan. Setelah itu, Muafaq meminta kepada Haris mempertemukan dirinya dengan Romahurmuziy. Muafaq bermaksud memberikan Rp 50 juta kepada Romahurmuziy.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tahun lalu telah memvonis Muafaq dan Haris selaku penyuap Romahurmuziy. Muafaq Wirahadi divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan. [**]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia