Pojok6.id (Peristiwa) – Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) ajak masyarakat adopsi tukik penyu. Hal tersebut ditunjukkan dengan digelarnya “JAPESDA Eco Camp dan Pencanangan Adopsi Tukik Penyu” pertama di Gorontalo, yang turut berkolaborasi dengan Kelompok Konservasi Sinar Penyu di Desa Dunu, Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara, tanggal 4 sampai 5 Juni 2022.
Kegiatan tersebut turut dilaksanakan dalam rangka Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia sekaligus dengan ulang tahun Japesda yang ke-22 pada tanggal 5 Juni 2022. Japesda sendiri mengambil peran dalam aksi kolektif atau secara bersama-sama, untuk mencapai tujuan keadilan lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan.
Seperti yang diketahui, semua jenis penyu yang ada di Indonesia telah dilindungi, sehingga baik daging, telur, karapas dan semua produk turunannya, tidak boleh juga dimanfaatkan dan diperjualbelikan.
Selain itu dalam cara apapun penyu mengambil peran penting dalam menjaga kesehatan laut antara lain merumput (lamun), mengontrol distribusi spons, memangsa ubur-ubur, mendistribusikan nutrisi, dan mendukung kehidupan mahluk air yang lain.
Penyu sendiri memiliki peran penting untuk menjaga kesehatan laut di seluruh dunia selama lebih dari 100 juta tahun. Peran itu antara lain menjaga fungsi terumbu karang supaya produktif hingga memindahkan nutrisi penting dari perairan ke daratan atau pantai.
Sayangnya, di banyak tempat kini hampir tidak ada tempat yang aman buat penyu untuk bertelur. Penyu dan telurnya ditangkap kemudian dikonsumsi atau dijual. Padahal penyu sangat penting dan bermanfaat bagi manusia, karena penyu mempunyai peran penting dalam menjaga ekosistem laut yang sehat. Laut yang sehat akan menjadi habitat berjuta-juta ikan sebagai sumber protein penting bagi manusia.
Kehadiran Kelompok Konservasi Sinar Penyu merupakan upaya masyarakat sekitar dalam merawat dan menjaga habitat penyu yang berada di pesisir Desa Dunu, Kecamatan Monano, Kabupaten Gorontalo Utara. Kelompok ini telah berupaya melakukan konservasi agar telur penyu dan dagingnya tidak dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat sekitar maupun pendatang.
Ketua Panitia Japesda Eco Camp dan Pencanangan Adopsi Tukik Penyu, Gusnar Lubis mengatakan, bahwa Kelompok Konservasi Sinar Penyu sendiri adalah satu-satunya kelompok masyarakat yang memiliki kesadaran terhadap pelestarian penyu yang ada di Provinsi Gorontalo. Kelompok masyarakat yang beranggotakan lima orang itu, sebelumnya mereka adalah penikmat daging dan telur dari satwa yang dilindungi dan terancam punah tersebut.
“Namun mereka pada akhirnya sadar dan kemudian melakukan konservasi penyu dengan cara melakukan penangkaran di desa mereka, di mana tempat penyu bertelur di pesisir pantai yang terdapat pemukiman. Penyu aman bertelur di sini berkat kelompok konservasi ini. Bisa dibilang, di Desa Dunu ini merupakan rumah penyu terakhir yang aman untuk bertelur,” ujarnya.
Lanjut Gusnar, untuk melakukan adopsi tukik penyu di Desa Dunu terbuka bagi siapa saja, caranya adalah siapapun yang peduli bagi keselamatan penyu dan lingkungannya, cukup membayar satu ekor tukik penyu seharga 10 ribu rupiah sebagai biaya adopsi. Biaya itu untuk membantu operasional kelompok konservasi dan biaya pakan tukik di Desa Dunu.
“Dengan mengadopsi tukik penyu, kita telah berkontribusi menjaga penyu dari ancaman kepunahan dan membantu masyarakat di Desa Dunu yang melakukan kerja-kerja konservasi secara swadaya,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Konservasi Sinar Penyu di Desa Dunu, Sabrun Ogu, mengatakan di tahun ini mereka mulai membuat penetasan semi alami untuk telur-telur penyu, dan mulai memindahkan telur yang mereka temukan di sepanjang pantai Desa Dunu ke tempat tersebut agar terhindar dari predator dan perburuan manusia.
“Meskipun aturan tentang pelarangan dan pemanfaatan penyu telah ditetapkan oleh pemerintah, namun masyarakat yang ada di Desa Dunu masih melakukan perburuan secara sembunyi-sembunyi,” ungkapnya.
Setelah kelompok terbentuk, kata Sabrun masyarakat perlahan mulai sadar berkat edukasi yang mereka lakukan. Beberapa diantaranya bahkan mulai menyerahkan penyu yang tidak sengaja tertangkap jaring ikan kepada kelompok untuk direhabilitasi, bahkan bersedia mengganti uang bensin nelayan yang menyerahkan hasil tangkapan penyu mereka kepada kelompok.
“Desa Dunu sendiri menjadi salah satu lokasi pendaratan penyu untuk bertelur, dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia, empat jenis diantaranya dapat ditemui di Desa Dunu, seperti penyu hijau, penyu sisik, penyu tempayan dan penyu belimbing, namun yang bertelur sekarang ini paling banyak kami temukan di depan kampung tinggal tersisa dua jenis, yaitu penyu sisik dan penyu hijau,” jelasnya.
Di lokasi yang sama, Direktur Japesda, Nur Ain Lapolo menambahkan bahwa dalam kegiatan Eco Camp tersebut secara perdana berhasil mengadopsi dan kemudian melepasliarkan 74 ekor tukik penyu dari penangkaran mereka, karena merupakan adopsi pertama kalinya di Gorontalo, maka orang tua asuh atau yang melakukan adopsi adalah peserta Japesda Eco Camp yang terdiri dari anggota Japesda dan juga relawan Japesda, serta lembaga yang telah mendaftar melakukan adopsi tukik penyu.
“Mereka yang mengikuti kegiatan tersebut dan berniat mengadopsi penyu di kenakan tarif sebanyak 10.000 rupiah untuk satu ekor tukik yang kemudian akan mereka lepasliarkan. Ini juga menjadi bagian dari atraksi wisata pelepasan tukik penyu dan harapannya bisa dijadikan sebagai potensi ekowisata berkelanjutan di Desa Dunu,” pungkasnya.
Selain sharing session, dalam Japesda Eco Camp itu juga dilaksanakan pencanangan tukik penyu kemudian pelepasliaran, serta Japesda juga melakukan kegiatan bersih pantai pada lokasi pendaratan penyu yang dilakukan oleh relawan dan melibatkan masyarakat sekitar, yang disebut “berburu sampah”, sehingga peserta melakukan identifikasi jenis-jenis sampah plastik berdasarkan nama-nama perusahaan yang menghasilkan produk plastik sekali pakai. (Rls/Ryn)