OPINI – Alerta!! Alerta!! Alerta!! Ada apa dengan negeri kita saat ini? Disaat isu pandemi covid-19 merajalela yang membuat negeri ini takut akan kematian dan penuh kewaspadaan. Para wakil rakyat yang merupakan representasi dari suara rakyat yang kita sebut “DPR”, berulah lagi dengan tindakan kontroversial yang nyata-nyatanya menggunakan isu pandemi covid-19 sebagai isu pengalih untuk memuluskan RUU Omnibus Law yang merugikan rakyat.
Para wakil rakyat yang berada di Senayan sana begitu sangat nekat seakan-akan kebal akan virus corona yang sedang mewabah. Disaat negeri ini sedang berjuang untuk melawan covid-19 para wakil rakyat dengan asik-asiknya berkumpul membahas untuk memuluskan RUU Omnibus Law.
Kenapa isu RUU Omnibus Law sangat penting untuk kita kawal? Sebelum kita menelaah lebih dalam, penulis akan menjelaskan apa itu Omnibus Law dan alasan kenapa kita harus menolak dan mendesak DPR untuk membatalkan RUU Omnibus Law yang dinilai bermasalah. Rancangan Undang-undang Omnibus Law atau yang kita kenal dengan RUU Cipta Kerja yang sebelumnya bernama RUU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja) merupakan RUU yang dinilai sangat kontroversial akhir-akhir ini.
Sebelum isu pandemi covid-19 menyerang dan menjadi bahan perbincangan masyarakat, RUU cipta kerja sebelumnya menjadi bahan perbincangan dan menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat awam, mahasiswa, para ahli hukum, serta para pemerhati hukum.
Jika kita melihat dari segi pro untuk mereka yang setuju akan penerapan RUU Omnibus Law di Indonesia, dinilai bahwa RUU ini sangat membantu dibidang ekonomi dan diprediksi akan meningkatkan perekonomian negara. Tapi jika kita melihat dari segi kontra untuk mereka yang menolak akan penerapan RUU ini, dinilai RUU cipta kerja sangat merugikan para buruh dengan penerapan upah minimum, dan digadang-gadang akan membuka karpet merah kepada investor asing, serta dinilai sangat bertolak belakang dengan UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan.
Jika kita melihat dari asal-usulnya, RUU Omnibus Law yang berarti “untuk semuanya” merupakan rancangan undang-undang yang menggabungkan undang-undang satu dengan undang-undang lainnya sehingga terjadinya tumpang-tindih regulasi.
Sebelumnya RUU Omnibus Law sudah diterapkan di negara yang menganut sistem common law seperti Inggris. Dan jika diterapkan di Indonesia sangat bertolak belakang dengan sistem hukum yang dianut di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia menganut sistem civil law atau sistem hukum Eropa kontinental.
Jika kita melihat dari penjelasan diatas, penulis menilai bahwa RUU Omnibus law merupakan regulasi yang diskresi terhadap kepentingan oligarki. Bukan untuk mensejahterakan rakyat justru dinilai bermasalah dan merugikan rakyat khususnya para buruh.
Di tengah-tengah isu pandemi covid-19 (corona virus disease-2019), para wakil rakyat kita yang di Senayan justru mencuri kesempatan untuk membahas lebih lanjut RUU cipta kerja. Disaat pemerintah mengeluarkan kebijakan PP. No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam percepatan penanganan covid-19, yang dalam artian menghimbau untuk masyarakat bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan melakukan aktivitas apa saja di dalam rumah atau yang kita kenal dengan istilah “dirumah aja”. Upaya berupa social distancing, isolasi serta karantina sampai penanganan virus selesai.
Tapi yang kita lihat justru para wakil rakyat dengan seenaknya melanggar dan ngotot tetap mengadakan rapat, serta melakukan pemborosan anggaran untuk membahas lebih lanjut RUU Omnibus Law. Para wakil rakyat juga melanggar Surat Maklumat Kapolri Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 tentang larangan untuk berkumpul untuk mencegah penyebaran virus.
Jika rakyat disuruh untuk menaati peraturan yang pemerintah ajukan, apa kabar dengan wakil rakyat kita yang notabenenya representasi dari suara rakyat tetap mengadakan rapat membahas RUU yang dinilai bermasalah dan merugikan rakyat? Maka dari itu kita selaku rakyat tetap bersuara dan tetap mendesak DPR untuk menaati regulasi yang ada, karena seperti yang kita ketahui “vox populi vox dei” (Suara rakyat adalah suara tuhan).
DPR merupakan representasi dari suara rakyat oleh karena itu kita harus tetap mendesak untuk stop pemborosan anggaran dalam rangka membahas RUU Omnibus Law, seharusnya anggaran tersebut digunakan untuk mengatasi pandemi covid-19.
Jika kita hanya berdiam diri saja tanpa menyuarakan keresahan ini, mau jadi apa negeri kita ini? Para wakil rakyat seakan-akan telah mengkhianati mandat rakyat dan mengabaikan status darurat kesehatan masyarakat di tengah wabah covid-19.
Disaat negeri ini sedang dalam status bencana non alam, para wakil rakyat dengan nekatnya tetap ngotot membahas RUU kontroversial, dan mengabaikan perjuangan para tenaga medis yang sedang berjuang dan gugur di saat pandemi covid-19.
Kami selaku rakyat, suara kalian berasal dari kami, menuntut untuk stop pemborosan anggaran dan atasi virus. Seharusnya anggaran tersebut digunakan untuk pembagian sembako, obat-obatan, serta alat pelindung diri (APD), dan alat safety lainnya berupa masker, hand sanitizer, dan hand wash. Menutup akhir tulisan ini, penulis mengutip kutipan Pramoedeya Ananta Toer yang mengatakan “Kalau ahli hukum tak merasa tersinggung karena pelanggaran hukum, sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan”. Sekian dan Terima Kasih. (**)