Oleh: Hafiz Aqmal Djibran (Anggota HPMIG Malang)
Pojok6.id (Yogyakarta) – 6 Juni 2024 tepat di malam hari menjadi momentum bersejarah bagi Himpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Gorontalo (HPMIG). Mengapa tidak, sebab pada tanggal itu menjadi akhir dari konflik dualisme yang berlangsung lebih dari setahun dan menyebabkan organisasi ini mengalami beberapa kendala administrasi dan arah gerak organisasi. Kegiatan bina Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang diinisiasi oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Gorontalo dihadiri oleh 12 cabang yang masing – masing diwakilkan oleh dua orang delegasi. Kegiatan pembinaan organisasi ini dimanfaatkan oleh HPMIG untuk dilakukannya “islah” atau penyatuan dua kubu yang masing – masing memiliki struktur kepengurusannya sendiri.
Penyatuan yang dilakukan pun dengan memilih jalan Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) yang disetujui oleh masing – masing cabang dari berbagai daerah di Indonesia. Jalan yang ditempuh bukan tanpa alasan, jika mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HPMIG, satu – satunya jalan yang konstitusional dan legal formil untuk menyelesaikan konflik dualisme tersebut yaitu dengan Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub). Tanpa melupakan konstitusi sebagai pedoman dari semua anggota HPMIG, AD/ART merupakan rules of the game atau aturan yang telah diputuskan bersama untuk menjalankan roda organisasi. Kita sadari bahwa konstitusi HPMIG sangat penting untuk dijalankan demi melahirkan regenerasi yang bertanggung jawab dan memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni.
Berbagai dinamika dan romantika yang terjadi dalam proses penyatuan di Hotel Royal Darmo Malioboro, Yogyakarta akhirnya menghasilkan sebuah kesepakatan dengan terpilihnya saudara Raihan Daffa Nadiro Koniyo atau sering disapa Refha sebagai ketua umum PB HPMIG periode 2024 – 2026 serta mengakhiri konflik dualisme yang terjadi selama ini di tubuh PB HPMIG.
Berbicara soal dinamika dan romantika HPMIG rasa – rasanya tak akan pernah habis. Organisasi yang memiliki andil dalam pembentukan provinsi Gorontalo di tahun 1999 ini dalam beberapa tahun terakhir hanya menghabiskan waktunya pada konflik – konflik internal. Mulai dari aflisiasi pada partai politik tertentu hingga dualisme kepemimpinan terjadi hanya dalam kurun waktu 3 tahun. Waktu yang harusnya bisa dimanfaatkan untuk membantu daerah dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, namun terbuai dalam hal – hal yang pragmatis dan oportunis.
HPMIG tidak hanya sebagai wadah atau penghimpun pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Gorontalo sebagaimana yang tertuang di pasal 6 konstitusi HPMIG, akan tetapi HPMIG bisa dikatakan sebagai organisasi kader dengan menghasilkan banyak kaum akademisi maupun praktisi untuk kemaslahatan Provinsi Gorontalo kedepannya. Namun di usia yang makin bertambah, apakah HPMIG saat ini masih eksis di kalangan para perantau Gorontalo? Idealnya, HPMIG mampu menjadi penyokong generasi muda Gorontalo yang melanjutkan Pendidikan di luar daerah. dengan pola regenerasi dan kaderisasi menggunakan pendekatan primordial “satu darah satu daerah”, maka HPMIG bisa bertahan hingga saat ini.
Bahwa pada prinsipnya, berakhirnya konflik internal PB HPMIG sudah menjadi pemantik untuk dilanjutkannya roda organisasi pada kepengurusan baru. Organisasi HPMIG terlalu mahal untuk dijadikan alat politik praktis baik dalam skala lokal maupun nasional. HPMIG harus dikembalikan kepada “kittah” sebagai wadah penghimpun pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Gorontalo dan menempuh jenjang Pendidikan di luar daerah dengan berorientasi pada asas kekeluargaan, intelektualitas, moralitas dan nilai-nilai kebudayaan.
Terpilihnya saudara Refha menjadi harapan baru bagi mahasiswa perantau maupun Masyarakat Gorontalo dalam menahkodai kapal yang bernama HPMIG untuk berlayar jauh dan tiba di tujuan dengan selamat. Saatnya HPMIG menjauhkan diri dari politik praktis dan pragmatis. Fokus kea rah tujuan yaitu “Terbinanya insan intelektual yang bermoral serta bertanggung jawab atas nilai-nilai kebudayaan daerah dalam rangka mengusahakan pembangunan daerah” (pasal 4 konstitusi HPMIG). Tak lupa juga terima kasih kepada pemerintah Provinsi Gorontalo melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik yang telah memfasilitasi penyelesaian konflik dualisme di tubuh PB-HPMIG. Sungguh orkestrasi yang sangat indah ditonton jika Kerjasama antara HPMIG dan Pemerintah Provinsi Gorontalo terjalin.
Terlepas dari beberapa persoalan di atas, HPMIG dikemudian hari akan menghadapi tantangan – tantangan yang lebih besar. Maka perhitungan yang tepat dari seorang pemimpin dalam menentukan arah akan sangat berpengaruh dalam eksistensi organisasi. Semoga kedepannya organisasi HPMIG yang menjadi tempat berproses bagi anak rantau Gorontalo ini lebih baik dan progresif menjawab tantangan zaman.
Ikhtiar yang melahirkan sebuah kesepakatan oleh seluruh cabang HPMIG yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan wujud cinta dan rasa memiliki terhadap HPMIG yang sudah lebih dari 58 tahun eksis di kalangan anak muda Gorontalo. Bahwa HPMIG sudah saatnya Bersatu untuk membangun daerah Gorontalo tercinta.