Gorontalo – Bahasa Gorontalo dalam beberapa tahun terakhir mulai mengalami penurunan jumlah penutur, utamanya di kalangan milenial. Bahasa Gorontalo kini hanya menjadi Bahasa kalangan yang berusia diatas 30 tahun, dibawah usia 30 tahun sangat jarang yang menguasai Bahasa Gorontalo. Padahal, dari total populasi masyarakat Gorontalo, jumlah kaum milenial sebesar hampir 40%.
Kondisi ini membuat resah Eduart Wolok, yang kini mencalonkan diri sebagai Rektor Universitas Negeri Gorontalo untuk periode 2018-2022. Bagi Eduart, Bahasa Gorontalo jika tidak dilestarikan akan terancam punah, karena penuturnya semakin terbatas dan hanya di kalangan usia tertentu saja. Jika tidak ada upaya bersama, Bahasa Gorontalo akan semakin terancam dan punah.
“Jujur, saya cukup resah dengan kondisi jumlah penutur Bahasa Gorontalo yang semakin berkurang. Karena jika tidak dilestarikan, maka Bahasa Gorontalo bisa menjadi salah satu bahasa yang akan terancam punah di Indonesia,” tutur Eduart.
Bahkan pria yang kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif IDB UNG menambahkan, bagi sebagai generasi penerus cita-cita luhur Gorontalo, menyelematkan Bahasa Gorontalo adalah tanggung jawab moril dan etis.
“Kita akan malu pada leluhur Gorontalo, jika tidak memikirkan dan melestarikan ini sedari sekarang. Bukan saja itu, tapi kita juga akan malu dihadapan generasi masa depan Gorontalo, jika tidak mewariskan Bahasa Gorontalo ini,” ujarnya.
Karena itu, Eduart merencanakan jika dipercayakan menjadi Rektor Universitas Negeri Gorontalo, akan menginisiasi adanya program studi (Prodi) Bahasa Gorontalo di UNG. Menurutnya, hingga kini ada beberapa ahli Bahasa di UNG yang masih konsen untuk pelestarian itu, seperti Prof. Nani Tuloli, Ibu Fatma Umar, Prof. Karmin Baruwadi, Pak Dakia Djou dan beberapa ahli lainnya.
“UNG kini masih memiliki beberapa ahli Bahasa Gorontalo yang mumpuni dan berpengalaman, modal ini yang menjadi keyakinan saya untuk mendorong lahirnya Prodi Bahasa Gorontalo. Belum lagi kita punya banyak tokoh adat dan budaya, yang masih konsen dalam pengembangan Bahasa Gorontalo. Ada juga tokoh legendaris seperti Risno Ahaya, yang kini masih hidup dan menjiwai Bahasa Gorontalo secara praktikal. Ini adalah harapan untuk niat luhur kita semua demi masa depan Gorontalo,” pungkas Eduart. (rls/idj)