Palu – Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia memberikan batas waktu selama tiga hari terhitung mulai tanggal 27 sampai 29 Oktober 2018, kepada 570 narapidana dari berbagai LAPAS dan RUTAN di Palu, Donggala dan Parigi Moutong untuk kembali melaporkan diri. Bila melewati batas waktu tersebut, maka ke 570 narapidana itu akan dijadikan Daftar Pencarian Orang oleh Polri.
Batas waktu bagi para narapidana tahanan untuk menyerahkan diri secara sukarela itu disampaikan oleh Sri Puguh Budi Hutami selaku Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia saat meninjau kondisi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Palu, Sulawesi Tengah pada Sabtu pagi, 27 Oktober 2018.
Sri Puguh Budi Hutami kepada wartawan mengatakan hingga hari Sabtu, tercatat sudah 1.092 narapidana yang telah kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas (LPK) II Palu, Lembaga Pemasyarakatan (LPP) Perempuan Palu, Rumah Tahanan (RUTAN) Palu, Rumah Tahanan Donggala dan Cabang Rumah Tahanan Donggala. Namun masih ada 570 narapidana lainnya yang belum kembali melaporkan diri.
“Sebelum gempa, jumlah di LPK Palu, LPP Palu, Rutan Palu,Rutan Donggala, Cabang Rutan Parigi semuanya jumlah 1.670 orang, saat ini yang sudah ada di dalam 1.092 yang diluar masih 570 orang. Hari ini, besok, lusa kami Satgas akan melakukan penyisiran berdasarkan data yang ada di kami, alamat, fotonya,” kata Sri Puguh Budi Hutami.
Sri Puguh Budi Hutami menerangkan dalam tiga hari ke depan petugas Satuan Tugas Penegakan Hukum dan Layanan Dasar yang telah dibentuk oleh Dirjen Pemasyarakatan akan melakukan penyisiran untuk menemukan 570 Narapidana di alamat yang telah terdata sebelumnya. Bila hingga tanggal 29 Oktober para Narapidana itu belum ditemukan atau melaporkan diri mereka, maka secara otomatis pada 30 Oktober 2018 mereka akan di masukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polisi.
“Harapan kami sampai dengan tiga hari ke depan mereka bisa kami temukan atau menyerahkan diri kembali secara sukarela. Nah, ketika tanggal 29 malam mereka belum kembali, maka kita serahkan kepada pihak yang berwajib untuk melakukan pencarian terhadap mereka. Kita tetapkan sebagai DPO,” lanjutnya.
Bagi 1.092 narapidana yang telah kembali, hari-hari mereka selama berada di luar lapas tetap dihitung sebagai masa menjalani hukuman dengan pertimbangan mereka keluar dari lapas karena alasan situasi darurat dan keselamatan.
Para narapidana itu pun diupayakan akan mendapatkan pengurangan masa hukuman, termasuk diantaranya bagi tiga narapidana seumur hidup yang menjadi bagian dari narapidana yang dengan sukarela kembali ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas 2 Palu. Kebijakan yang sama juga akan diberlakukan kepada 570 narapidana bila bersedia kembali atau menyerahkan diri secara sukarela selambatnya pada 29 Oktober 2018.
Wahyudin (43), narapidana yang di vonis satu tahun empat bulan penjara atas kasus korupsi, mengatakan ia keluar dari lapas ketika gempa dan tsunami 28 September semata-mata karena alasan keselamatan sekaligus untuk mencari anggota keluarganya yang terdampak tsunami di pantai Talise Palu. Ia mengakui banyak anggota keluarganya yang ikut menjadi korban dalam bencana alam itu. Sebagai manusia, ia dan warga binaan di dalam lapas Palu juga merasa sedih karena dengan status mereka sebagai narapidana, membuat mereka tidak dapat berbuat banyak untuk membantu anggota keluarga mereka yang terdampak bencana alam.
“Kami ini juga biar dibuka pintunya ini, lapas, kita orang (kami) tidak mau lari, kita orang balik ulang. Itu saja. Artinya tentunya kita mengharapkan pemerintah punya perhatian khusus kepada kami disinikan. Walaupun kami selaku kepala keluarga, selaku kakak, selaku adik, selaku paman dari keluarga-keluarga kami yang mendapatkan musibah dari pada bencana alam ini, kami merasa sangat bersedih tidak dapat membantu mereka pada saat yang bersamaan, karena kami menjalani hukuman kami di sini,” jelasnya.
Pemantauan VOA di Lembaga Pemasyarakat Kelas II A Palu, akibat gempa bumi berkekuatan 7,4 pada Jumat, 28 September 2018 silam, pagar tinggi Lapas Palu di sisi bagian selatan roboh. Kini bagian lapas yang terbuka sudah ditutup dengan lembaran-lembaran seng di berbagai tempat, di sekitar Lapas juga ditempatkan sejumlah personel pengamanan dari Brimob Polda Sulawesi Tengah.
Mengutip keterangan dari Sri Puguh Budi Hutami, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM RI pada tahun 2018 akan berupaya untuk secepatnya melakukan perbaikan kerusakan pada infrastruktur Lapas Kelas IIA Palu dengan anggaran senilai 13 milyar rupiah. Perbaikan infrastruktur bangunan Rutan Donggala dan Rutan Palu baru akan dilakukan pada tahun 2019. [*]
Sumber Berita dan Foto : VoA Indonesia