Pojok6.id (Pohuwato) – SMP Negeri 3 Taluditi jadi sekolah penggerak diantara 13 sekolah lolos seleksi di Pohuwato. Dari jumlah itu hanya ada 3 SMP yang masuk tahapan selanjutnya: SMP Negeri 3 Taluditi, SMP Negeri 2 Wanggarasi, SMP Negeri 1 Patilanggio. Selanjutnya kepala sekolah akan mengikuti pendidikan dan pelatihan pada bulan Mei 2022.
SMP Negeri 3 Taluditi berada di bukit Desa Malango Kecamatan Taluditi Kabupaten Pohuwato, berjarak kurang lebih 44 Km dari pusat Ibu kota Kabupaten Pohuwato. Di wilayah itu, sinyal komunikasi ponsel menjadi sesuatu yang langka dan istimewa. Didik Siswanto, Kepala SMP Negeri 3 Taluditi tidak menyangka sekolahnya dengan keterbatasan yang dimiliki lolos seleksi program sekolah penggerak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemdikbudristek).
“Paling ujung dan diatas bukit, susah sinyal dan susah air,” Kata Kepala SMP 3 Taluditi Didik Siswanto.
Murid SMPN 3 Taluditi adalah mereka anak para petani Desa Malango dan sekitarnya. Jumlahnya hanya 35 siswa. Itu sudah dibagi tiga kelas: kelas 7 ada 12 orang, kelas 8 sejumlah 12 orang dan kelas 9 sejumlah 11 orang. Dalam proses pembelajaran, Didik dibantu 7 tenaga pengajar dalam melaksanakan tugas mengajar. Ia merasa beruntung karena keseluruhannya telah tersertifikasi guru profesional.
Hadirnya pogram sekolah penggerak dari Kemdikbudristek menurutnya menjadi jawaban untuk perkembangan dunia pendidikan saat ini. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kualitas pendidikan menurut Didik sulit berkembang.
“Saya ingin membangun komunikasi dengan kementerian pendidikan bagaimana membangun pendidikan di kabupaten Pohuwato,” Ujar Didik.
“Kalau saya lihat dari tahun ke tahun pendidikan itu banyak perencanaan tapi sama saja dari tahun ke tahun,” Kata Didik melanjutkan.
Bulan Mei nanti, dirinya akan mengikuti pendidikan dan pelatihan sekolah penggerak. Dari bukit Desa Malango, sekolahnya akan terlibat langsung dalam mewujudkan visi Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar pancasila, berkompetisi dan berkarakter.
Ia kemudian bercerita tentang bagaimana sekolahnya melewati masa sulit saat Covid-19 mengganas. Saat itu (23/7/2021) lalu, seluruh sekolah di Pohuwato menerapkan kebijakan pembelajaran dalam jaringan. Masalahnya SMP N 3 Taluditi tidak maksimal secara online. Guru sulit mengakses jaringan internet, ditambah banyak siswa yang belum memiliki gawai.
Tugas guru seketika bertambah, alasan covid maka guru akan berkunjung dari 1 rumah ke rumah siswa lainnya untuk memberi materi belajar. Satu murid terjauh ditempuh dalam jarak sekitar 5 kilometer, namun kebijakan itu ujar Didik harus dijalankan. Pembelajaran normal baru dilakukan setelah kondisi covid terkendali.
Selain itu ia juga bercerita tentang kehidupan anak sekolah di Bukit Desa Malango yang beda dengan anak anak desa lainnya. Setiap libur sekolah tiba, anak sekolah akan sibuk bekerja sambilan, membantu pekerjaan orang tua sebagai petani atau jadi buruh tani. Menjumpai anak sekolah di lahan-lahan pertanian saat libur, kata Didik sudah pemandangan biasa di Desa Malango. “Mereka mencari uang jajan saat hari Minggu atau hari libur,” Kata Didik menceritakan aktivitas siswanya di hari libur.
Beberapa kali, keadaan itu ditemukan Didik di lapangan, di lahan-lahan pertanian jagung, di waktu musim tanam atau musim panen tiba. Saat itu, dia tidak berdaya melarang, hanya mampu berpesan agar tidak lupa belajar saat tiba di rumah.
Secara umum penduduk kecamatan Taluditi merupakan transmigran dari pulau Jawa. Di wilayah itu tanahnya sangat subur, curah hujan disana juga cukup tinggi. Kondisi tersebutlah yang mendukung potensi pertanian disana. Hasil bumi dari Taluditi sangat melimpah: buah dan sayuran.
Ada sungai besar yang membentang sepanjang wilayah Taluditi. Saat hujan turun lebat maka perasaan Didik akan menjadi was-was. Jika saat itu tiba, maka seketika pembelajaran akan dihentikan dan sekolah akan tutup.
Katanya, yang diwaspadai adalah putusnya akses yang menghubungkan sekolah dan rumah-rumah penduduk. Pada situasi itu, kepanikan juga akan dirasakan oleh seluruh penduduk Desa Malango. “Paling banyak masyarakatnya tinggal dekat pesisir sungai,” Ungkapnya
Belakangan kata Didik, keadaan tersebut telah dilaporkan ke pemerintah Daerah. Perbaikan dan penambahan infrastruktur penunjang diharapkan terus meningkat dari tahun ke tahun dalam mendukung aktivitas yang ada di Desa Malango khususnya aktivitas belajar mengajar di SMP N 3 Taluditi. (Nal)