GORONTALO – Melibatka lembaga lain untuk ikut menghitung kerugian negara dalam satu kasus korupsi boleh saja dilakukan, namun tidak bisa untuk ikut menyatakan jumlah kerugian yang dialami negara. Karena yang berhak untuk menyatakan hal tersebut adalah badan pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu prkatisi hukum Gorontalo, Salahudin Pakaya. Menurutnya, dalam hal penetapan tersangka khususnya kasus korupsi, lembaga hukum bisa meminta lembaga resmi untuk menghitung berapa kerugian negara.
“Itu ada aturannya didalam undang-undang, disitulah kita melihat ada kerugian negara berdasarkan perhitungan lembaga resmi,” kata Salahudin, Kamis (27/6/2019).
Ia menambahkan harus ada kerugian negara dulu dari BPK atau BPKP, baru kemudian menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“Lihat undang-undang, kita ini negara hukum,” ujarnya.
Menurutnya bahwa, lembaga hukum dalam melakukan sebuah proses penyidikan perkara korupsi, harus benar-benar terpenuhi formil dan materil.
“Formilnya adalah undang-undang materil kerugian negara yaitu perbuatan melawan hukum sehingga terjadi kerugian negara,” urainya.
Jika dalam satu kasus korupsi kemudian ada penetapan tersangka hanya berdasar pada penghitungan dari lembaga pendidikan, misalnya universitas, itu keliru.
Arti kerugian negara itu sendiri dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut, antara lain Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK).
“Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai,” urainya.
Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999”).
“Yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang. Yang menilai/menetapkan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah BPK dan BPKP,” pungkasnya. (*)