Gorontalo – Guna melestarikan budaya khas Gorontalo, Gubernur Rusli Habibie meminta kepala daerah konsisten menggunakan upia karanji. Tidak saja pada aktivitas kerja sehari-hari, tapi juga saat kunjungan kerja ke luar daerah.
“Gubernur, Bupati, Walikota dan para wakil itu panutan masyarakat, contoh bagi aparatur birkokrasi. Kami terus mendorong agar budaya dan ciri khas Gorontalo ini tetap terjaga, caranya bagaimana? Yaa harus dimulai dari kepala daerah,” kata Rusli Habibie, Kamis, (7/3/2019).
Kewajiban penggunaan upia karanji di lingkungan pemerintah provinsi sendiri sudah berlangsung Januari 2018 lalu. Dalam banyak kesempatan, Gubernur tidak segan menegur pejabat atau pegawainya yang lalai terhadap penggunaan songkok dari belukar atau lebih dikenal dengan mintu itu.
“Saya berterima kasih kepada Pak Syarif (Bupati Pohuwato), Pak Indra (Bupati Gorut) dan Pak Marten (Walikota Gorontalo) yang saya lihat selalu menggunakan upia karanji. Masih ada juga kepala daerah yang malu-malu menggunakannya,” sebut Rusli.
Kebijakan penggunaan songkok anyaman itu tidak saja makin membuatnya populer di tingkat nasional, tapi juga diyakini mampu mendorong tumbuhnya UMKM. Tahun-tahun sebelumnya, upia karanji nyaris tidak bernilai dijual dengan harga di bawah Rp50.000.
Pesanan upia karanji yang terus berdatangan membuat harganya meroket. Satu buah upia karanji dihargai mulai Rp100.000 hingga Rp350.000, tergantung kepadatan anyaman dan motif tulisannya.
Stigma “songkok orang tua” dan digunakan oleh masyarakat kelas bawah pelan-pelan mulai bergeser. Upia karanji kini menjadi barang wajib bagi ASN di Gorontalo dan mulai digandrungi anak muda sebagai gaya hidup. (adv)
Sumber: Humas Pemprov Gorontalo