Pojok6.id (Peristiwa) – Pembina Forum Penambang Rakyat (FPR) Bone Bolango, Supriadi Alaina mengatakan, masyarakat yang beraktivitas berusaha di jasa pertambangan, tidak bisa disalalahkan ketika ada konsekuensi hukum terkait aktivitas tersebut.
Hal itu dikatakan Supriadi Alaina karena melihat konflik pertambangan di Gorontalo terus mencuat akhir-akhir ini. Salah satunya yaitu konflik pertambangan Batu Hitam atau Batu Galena.
“Kami sejak tahun 1991 sudah beraktivitas dikawasan tersebut, hingga saat ini pemerintah belum juga menetapkan kawasan WPR, yang sudah seharusnya menjadi hak dari masyarakat,” ujarnya.
Artinya, lanjut Supriadi, pemerintah sesuai perintah undang-undang harus memprioritaskan Wilayah Pertambangn Rakyat (WPR) dikawasan yang sudah dikuasai atau dikelola lebih dari 15 tahun.
“Pemerintahlah yang harus disalahkan, sebab masyarakat penambang yang ada di Suwawa sudah mendiami kawasan tersebut lebih dari 15 tahun,” kata pria yang akrab disapa Haji Upik tersebut.
Ia menambahkan, wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.
“Itu perintah undang-undang,” ungkapnya.
Ada sekitar 24 ribu hektar kawasan pertambangan yang sudah dikuasai oleh perusahaan, sementara hak masyarakat untuk memperoleh WPR yang dalam ketentuan hanya bisa maksimal 100 Hektare belum juga terwujud.
“Sehingganya ketika ada konsekuensi hukum terhadap penambang rakyat yang beraktivitas dalam usaha pertambangan, tidak bisa disalahkan, karena pemerintah mengabaikan hak rakyat,” pungkasnya.