BRUSSELS – Sementara pandemi virus corona terus mengganggu kehidupan di seluruh dunia, taman-taman serta kawasan hijau menjadi tempat beristirahat yang disukai warga kota untuk menikmati kehidupan di luar kungkungan rumah mereka. Hasil awal penelitian internasional mendapati semakin banyak warga yang berpaling ke alam sebagai cara mengatasi ketidakpastian karena pandemi virus corona dalam beberapa bulan ini.
Cinquantenaire Park di Brussels merupakan kawasan hijau tempat orang berjalan-jalan di bawah pohon-pohon rindang di antara kicauan burung, tempat membawa anjing berjalan-jalan, serta membiarkan anak-anak berlarian bebas dan bermain sepak bola.
Pemandangan seperti ini semakin sering terlihat dalam beberapa bulan belakangan sewaktu pandemi memaksa warga berada di dalam rumah hampir seharian.
Seorang perempuan mengenakan masker di tengah pandemi Covid-19 saat berjalan-jalan di taman Cinquantenaire, Brussel, Selasa, 20 Oktober 2020.
Menurut penelitian baru, kunjungan ke taman-taman Eropa meningkat signifikan selama dan setelah PSBB, dari 56 persen menjadi 80 persen di kalangan mereka yang biasa ke taman sedikitnya sekali sepekan. Sekitar 43 persen responden mengatakan mereka akan ke taman lebih sering daripada sebelum PSBB.
Riset juga mendapati, bagi banyak warga kota, ruang hijau telah menjadi perangkat untuk merasa lebih baik, jasmani maupun rohani.
Hasil awal tersebut didasarkan pada survei daring di Eropa antara April dan Juli, sebagai bagian dari Clearing House, proyek riset China-Eropa yang berfokus pada hutan kota dan alam sebagai sumber daya untuk menghadapi tantangan kehidupan modern.
Prakarsa ini dilakukan oleh universitas, pusat-pusat studi dan LSM, yang dikoordinasikan oleh Institut Kehutanan Eropa dan didanai oleh program Horizons 2020 Uni Eropa.
Nicola da Schio, peneliti tingkat doktoral di Cosmopolis Centre for Urban Research Vrije University, Brussels, adalah salah seorang penulis laporan riset itu. Ia mengatakan temuan-temuan awal dari survei itu menyoroti hubungan yang berubah antara orang dan alam sebagai akibat pandemi.
“Saya kira kita tidak perlu survei untuk menyadari banyak orang ke tempat-tempat umum dan bahwa tempat-tempat itu mengambil peran baru.”
Secara keseluruhan, ujarnya, temuan paling mendasarnya adalah terkukuhkannya persepsi bahwa semakin banyak dan semakin sering orang pergi ke ruang hijau. Ada alasan juga untuk bertemu orang lain yang sangat umum sebelum karantina namun berkurang jauh semasa karantina. Beraktivitas fisik yang kurang menonjol sebelum karantina kini sebaliknya selama karantina.
Da Schio menjelaskan, dalam tahap kedua, para peneliti mungkin mempelajari dan menganalisis betapa ruang hijau telah berperan penting dan membantu para korban KDRT semasa PSBB.
Orang-orang beristirahat dan menikmati hari di Central Park dengan menjaga jarak sosial saat pandemi Covid-19 di wilayah Manhattan, New York, 2 Mei 2020.
Ia menambahkan, temuan mengenai manfaat ruang hijau perkotaan juga mendorong banyak orang untuk mempertimbangkan lagi alam sebagai bagian integral dari kehidupan mereka.
“Ada bagian dari riset yang agak mengejutkan saya, dan ini adalah ketika saya meminta orang-orang merenungkan tentang masa depan. Jadi ini bukan hanya tentang apa yang terjadi sekarang semasa terkurung. Ini juga mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya.”
Hasilnya, 40 persen responden menyatakan ingin lebih sering lagi ke tempat umum, ruang hijau, dari pada sebelum karantina.
Riset ini awalnya diluncurkan tahun 2019 untuk memahami bagaimana alam dan pepohonan berperan dalam meningkatkan ketangguhan warga kota. Karena pandemi, tujuan penelitian berubah, dengan memasukkan peran alam selama dan setelah pandemi. Proyek Clearing House ini akan berlangsung selama tiga tahun mendatang. [uh/ab]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia