JAKARTA – Ombudsman RI telah melakukan penilaian dan pemeriksaan tingkat kepatuhan terhadap standar pelayanan publik di kementerian, lembaga dan pemerintah daerah pada tahun 2019. Mekanisme pengambilan data survei dilakukan dengan mengamati penampakan fisik, observasi mendadak dan bukti foto secara serentak pada bulan Juli dan Agustus 2019. Total ada empat kementerian, tiga lembaga, enam pemerintah provinsi, 36 pemerintah kota, dan 215 pemerintah kabupaten yang dinilai dengan metode survei oleh Ombudsman. Adapun total produk layanan yang disurvei sebanyak 17 ribuan dan unit layanan sebanyak 2 ribuan.
Di tingkat kementerian, Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai mengatakan Anugerah Predikat Kepatuhan Tinggi diberikan kepada Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama. Sedangkan untuk pemerintah daerah diberikan kepada Pemprov Jambi dan Pemprov Sulawesi Tenggara, serta 12 Pemkot dan 71 Pemkab.
“Hasil penilaian diharapkan menjadi acuan peningkatan kualitas pelayanan publik. Masih dalam semangat mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat hingga tingkat pemerintah kabupaten kota. Ombudsman RI juga menilai terhadap keterpaduan pelayanan pada tingkat direktorat dan direktorat jenderal,” jelas Amzulian Rifai di Jakarta, Rabu (27/11).
Ombudsman: Tidak Ada Kementerian/Lembaga yang Tingkat Kepatuhannya Rendah
Amzulian Rifai menambahkan pada tahun ini sudah tidak ada kementerian dan lembaga yang berada di zona merah atau tingkat kepatuhannya rendah. Di tingkat kementerian yang berada di zona kuning (kepatuhan sedang) yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Kementerian Sosial. Sedangkan di tingkat lembaga yang masih berada di zona kuning adalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Kepolisian Indonesia.
Di tingkat provinsi, tiga pemerintah provinsi masuk dalam zona kuning dan satu pemprov masuk dalam zona merah. Sementara di tingkat kota, tujuh pemkot masuk zona merah, 17 pemkot masuk zona kuning dan hanya 12 pemkot yang masuk zona hijau.
“57 Pemerintah Kabupaten masuk dalam Zona Merah dengan predikat kepatuhan rendah. Sebanyak 40,47 persen atau 87 Pemerintah Kabupaten masuk dalam Zona Kuning dengan predikat kepatuhan sedang dan 33,02 persen atau 71 Pemerintah Kabupaten masuk dalam Zona Hijau dengan predikat kepatuhan tinggi.”
Dari 215 Kabupaten, Hanya 132 Yang Lakukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Dalam survei ini, Ombudsman juga menemukan tingginya ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu. Menurut Anggota Ombudsman Adrianus Meliala, dari 215 kabupaten yang dinilai, hanya ada 132 kabupaten yang patuh terhadap pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu. Sedangkan di tingkat pemerintah kota, dari 36 kota yang dinilai, 17 di antaranya belum menerapkan keterpaduan pelayanan publik secara optimal.
“Kami sudah sosialisasi, ingatkan, datangi mereka untuk berubah tapi masih saja. Kemeterian dan lembaga tidak, tapi untuk pemda masih banyak pemda yang tercatat merah. Artinya tidak ada komitmen,” tutur Adrianus Meliala.
Adrianus menambahkan lembaganya juga memantau pelaksanaan perizinan investasi yang terhubung dalam program Online Single Submission (OSS). Menurutnya, masih terdapat sejumlah kendala dalam program ini antara lain lambannya penyesuaian standar operasional prosedur dan sistem informasi yang belum terintegrasi.
Menkopolhukam : Ombudsman Belum Efektif
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai keberadaan Ombudsman selama ini belum efektif. Pasalnya masih banyak pemerintah daerah yang abai terhadap rekomendasi yang diberikan Ombudsman. Karena itu, ia meminta semua aparatur pemerintah merespons jika ada rekomendasi dari Ombudsman.
“Padahal Ombudsman ini dibentuk oleh negara untuk membantu pemerintah dan rakyat. Bukan memusuhi pemerintah, ini masih ada orang menyepelekan Ombudsman,” jelas Mahfud MD.
Mahfud menambahkan aparatur pemerintah yang merasa keberatan dengan rekomendasi sebaiknya berkoordinasi dengan Ombudsman atau diselesaikan melalui tingkatan lebih tinggi. Termasuk menempuh jalur pengadilan jika tidak terselesaikan, ketimbang mengabaikan rekomendasi Ombudsman. Sebab, kata dia, keberadaan Ombudsman penting dalam kehidupan bernegara karena dapat menjembatani pemerintah dan masyarakat yang kadang terhalangi birokrasi yang berbelit-belit.
“Saya menjadi sedih ketika mendengar laporan banyak pelanggaran administratif, banyak lemahnya pelayanan publik, banyak vonis yang tidak bisa dieksekusi. Banyak laporan yang mentah di tangah administrasi pemerintahan. Sesudah direkomendasi Ombudsman tidak jalan juga,” tambah Mahfud. [**]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia