Olimpiade dan Pembangunan Sumberdaya Manusia

Olimpiade
Logo Olimpiade. Foto: Limapagi.id

Pojok6.id () – Beberapa hari ini kita disuguhkan dengan ajang olahraga Internasional empat tahunan yang dikenal dengan nama Olympic (Olimpiade). Awalnya (tahun 776 SM), merupakan festival untuk menghormati Dewa Zeus. Di zaman Kerjaan Yunani Kuno, Olimpiade hanya mempertandingkan olahraga atletik, tinju, gulat dan berkuda. Pemenangnya pun diganjar hadiah berupa mahkota yang terbuat dari daun pohon zaitun. Seiring berjalannya waktu, Olimpiade mengalami perkembangan yang cukup modern hingga seperti yang kita saksikan saat ini.

Hampir 70 tahun dari awal keikutsertaan Indonesia diajang Olimpiade, negara ini baru mengoleksi 37 medali (8 emas, 14 perak dan 15 perunggu). Sungguh miris memang, negara potensial yang “resources” nya melimpah dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa, namun dalam pembangunan sumberdaya manusia untuk olahraga saja masih sangat kurang.

Berbicara sumberdaya manusia, teringat sebuah kisah seorang atlet basket internasional yang berasal dari negeri China. Namanya Yao Ming, orang Asia pertama yang bermain dikompetisi National Basketball Association (NBA) yaitu liga bola basket pria di Amerika sekaligus merupakan liga basket paling bergengsi di dunia.

Read More

Yao Ming pertama kali masuk ke kompetisi NBA pada tahun 2002 dan langsung bergabung di klub papan atas Houston Rockets. Ayahnya Dang Yao dan Ibunya Dang Fang yang notabene adalah atlet basket potensial di China. Zaman kepemimpinan Mao Zedong sebagai Presiden China pertama (1954-1959), walau hanya memimpin selama 5 tahun namun pembanguan sumberdaya manusia di China bukan hanya sekedar jargon. Pemerintah China pada saat itu “mengawinkan secara paksa” Dang Yao dan Dang Fang, kemudian memberikan segala fasilitas agar mereka dapat melahirkan “bibit unggul” yang mampu bermain basket.

Pembangunan sumberdaya manusia di China bukanlah sesuatu yang instant, 30 tahun kemudian lahirlah Yao Ming. Segala kebutuhan mulai dari gizi (kesehatan) sampai sekolah (pendidikan) dikontrol dan dijamin oleh Pemerintah. Alhasil 20 tahun kemudian, China mulai menuai manisnya investasi (berupa prestasi maupun devisa) dari program yang panjang ini.

Yao Ming (atlet dengan tinggi badan mencapai 2,5 meter) mampu menjadi bintang NBA di klubnya dengan banyak sponsor. Bahkan ia memenangkan tiga medali emas dan tiga penghargaan pemain terbaik ketika membela China dalam kejuaraan basket Asia dan Dunia. Belajar dari Negeri China, bahkan seorang atlet itu bukan hanya dilatih sedari kecil tapi juga dibentuk dari genetik.

Pembangunan sumberdaya manusia Indonesia belum terlambat untuk direalisasikan. Walau pada periode pertama kepemimpinannya, secara de yure Presiden Jokowi sudah membentuk Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Namun secara de facto anggaran Kemenko PMK setiap tahun trend-nya berkurang, bahkan saat ini tidak sampai 1 persen dari total APBN Tahun 2021. Kebijakan Pemerintah inilah yang menjadi “contradictio” (pertentangan) di negeri ini.

Harapannya diperiode akhir kepemimpinan Presiden Jokowi, anggaran Rp.1.162 Triliun untuk mencetak sumberdaya manusia unggul (dalam RPJMN 2020-2024) dapat direalisasikan dengan baik. Kita selalu menaruh harapan lebih disetiap ajang Olimpiade, untuk mendapatkan emas. Namun kenyataannya keberpihakan Pemerintah terhadap pembangunan sumberdaya manusia (khususnya dalam bidang olahraga) menjadi Contradictio In Terminis yaitu hanya menjadi sebuah “jargon” yang saling bertolak belakang dengan faktanya. (**)

Related posts