Pojok6.id (Yogyakarta) – Komunitas perupa Gorontalo “Tupalo” menggelar pameran tandang ke kota seni rupa Indonesia, Yogyakarta. Pameran kelompok itu jadi pilot project program “Luar Peta” dari RuangDalam Art House, sebuah galeri seni rupa kontemporer di Yogyakarta. Sebuah kehormatan.
Proses seleksi karya berlangsung ketat. Tim kurator terdiri dari I Wayan Seriyoga Parta (kurator dan pendiri Gurat Institut, pengajar seni rupa Universitas Negeri Gorontalo) dan Gusmen Heriadi (pemilik RuangDalam Art House dan seniman) memilih 17 seniman dengan ragam langgam, gagasan dan medium. Awaluddin Ahmad, aktivis kebudayaan Gorontalo dan salah satu motor penggerak komunitas Tupalo, ikut terlibat sebagai Co Curator.
Ada pun tema besar pameran adalah “Wolo Utiye” atau “Apa itu” dalam bahasa Gorontalo. Diksi itu dipilih karena begitu dekat dengan hidup orang Gorontalo. “Wolo Utiye” terlontar dengan nada setengah berteriak dari dalam rumah. Menanyakan apa ikan saja jenis ikan dalam keranjang sepeda yang dibawa penjaja ikan keliling. Pertanyaan itu akan dijawab dengan cekatan oleh sang penjaja ikan dengan ciri khas mereka masing-masing. Setiap hari, para penjaja ikan itu mengayuh sepeda mereka hingga ke pelosok. Mereka meniup Bambuwa atau cangkang kerang laut. Pemberi tanda kehadiran.
Kini memori kolektif itu mulai pudar seiring zaman. Sepeda penjaja ikan berganti dengan sepeda motor. Teriakan “Wolo Utiye” kian jarang terdengar. Terlebih setelah penjaja ikan menjamur di seluruh pelosok Gorontalo. Membentuk pasar-pasar kaget di sudut-sudut jalan.
“Kata itu adalah tanya sederhana yang sanggup menjawab banyak hal. Laut dan danau bukan semata soal air dan kaya kandungannya. Tapi juga hidup nelayan dan segala mahluk serta tanda alam yang melingkupinya,” ujar Awaluddin Ahmad, .
Katanya, itulah yang diadopsi komunitas Tupalo pada program Luar Peta perdana ini. Perupa Gorontalo tak ubahnya nelayan; pengusung kabar jika gerak seni rupa juga lahir di luar peta yang sejauh ini terbaca. Luar Peta menerjemahkan diri sebagai suara nyaring tentang karya, daya cipta, apresiasi, pengetahuan, interaksi, dan membangun jejaring.
Pada sambutan pembukaan pameran di Yogyakarta, Minggu sore, 20 Juni 2021 yang lalu, Direktur RuangDalam Art House, Titik Suprihatin mengatakan program “Luar Peta” sengaja digagas untuk mengakomodir komunitas dan kelompok seni rupa yang punya geliat dan gerakan di luar kota-kota yang lazim dikenal sebagai peta seni rupa nasional,seperti Yogyakarta, Bandung dan Bali.
“Kami memilih Komunitas Tupalo untuk program perdana ini, karena sejauh ini punya geliat bagus dengan menghelat berbagai kegiatan seni rupa dan budaya di kampung halamannya, kegiatan mereka tidak hanya melibatkan seniman, tapi juga membuat masyarakat luas dan elemen lain di luar seni rupa ikut berpartisipasi,” ujarnya.
Pameran pada program Luar Peta ini, mulanya hendak digelar pada 2020 lalu. Tertunda karena pandemi.
Selanjutnya kata dia, RuangDalam Art House akan “berburu” komunitas rupa yang akan ditawarkan program Luar Peta. Sebagaimana tradisi “hunting artist” yang sejauh ini dijalankan.
Pameran itu dibuka oleh Putu Sutawijaya, seniman dan pemilik Sangkring Art Space Yogyakarta. “ Semangat teman teman dari sudut pulau Sulawesi ini,kita patut mengapresiasinya, saya berterimakasih kepada RuangDalam Art House, yang telah membawa ke Yogyakarta, mendekatkan kepada kantong kantong kebudayaan. Harus membangun jaringan, punya partner di luar gorontalo kalau ingin melakukan sesuatu. Saya ingin sekali memberikan kesempatan (Tupalo) ke Sangkring, Ini salah satu cara biar teman teman bisa konsisten. Saya tunggu proposal di sangkring,” ujarnya.
“Seni rupa kita sangat diskriminatif, dalam konstalasi seni rupa, selalu kita bicara antara Jawa dan Bali. Teman- teman Gorontalo menunjukkan dirinya, dengan proses inilah kita bisa mengenal potensi seni rupa ada di luar jawa dan bali.Kita harus (beri) applaus teman teman dari Gorontalo,” ujarnya.
Tidak hanya lukisan, seniman Gorontalo juga memamerkan karya instalasi. Salah satu yang mencuri perhatian adalah karya Halid Mustafa. Dia memajang potongan dan serpihan bangkai perahu dari Gorontalo di dinding sepanjang 6 meter. Serpihan itu dia kumpulkan di sepanjang pesisir pantai di Gorontalo serta danau Limboto. Dia memberi judul karyanya “ Roh Laut”.
Arnold Ahmad, seorang performer menampilkan video art berdurasi 8 menit yang menceritakan keintiman manusia Gorontalo dengan laut. Salah satu adegannnya, Arnold mandi dengan menyiramkan aneka ikan di sekujur tubuhnya.
Selain berpameran, seniman anggota Tupalo juga berkesempatan mengunjungi Museum seni kontemporer terkemuka OHD Magelang. Menyambangi komunitas perupa Grabag, Jawa Tengah, mengunjungi serangkaian pameran di galeri seni terkemuka di Yogyakarta seperti Jogja Gallery, Kiniko dan Gajah Gallery. Tupalo juga berkesempatan mengikuti program bulanan RuangDalam, “Lemak Jenuh (Lejen)” yakni kelas menggambar dengan medium kertas. Rangkaian anjangsana itu dilangsungkan dengan protokol kesehatan ketat. (**)