JAKARTA – Tingkat pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah yang terendah sejak krisis keuangan global satu dasawarsa lalu, sementara tingkat pertumbuhan perdagangan internasional berada di titik terendah sejak 20 tahun lalu. Menghadapi fenomena itu, Indonesia yang tahun ini memiliki pertumbuhan ekonomi 5,08 persen, harus mendorong suatu ekosistem dan daya saing berbasis dalam negeri tapi mampu bersaing di tingkat internasional. Hal ini disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar dalam diskusi terbuka “Kemlu for Startup: Menarik Investasi Modal Ventura Lokal dan Internasional,” yang dilangsungkan Kementerian Luar Negeri di Jakarta.
Ekosistem yang saat ini dinilai perlu didorong adalah ekosistem ekonomi digital. Usaha rintisan atau startup dalam konteks menggabungkan digital dan teknologi informasi menjadi salah satu tumpuan ekonomi Indonesia di masa depan dan sekaligus pilar utama Kementeri Luar Negeri dalam diplomasi ekonomi. Terutama karena Indonesia memiliki sejumlah faktor yang tidak dimiliki negara lain, ujar Mahendra.
“Yaitu penduduk usia muda yang jelas lebih dinamis, lebih kreatif, dan penuh potensi untuk berkembang ke depan. Kedua, Indonesia negara demokratis. Artinya masyarakatnya kritis, terbuka, transparan, dan biasa dengan dialog, dengan interaksi,” tambah Mahendra.
Selain itu, di Indonesia masih banyak masyarakat yang kurang memiliki akses pada pasar, modal, pemahaman, akses ke dunia internasional. Dia menegaskan ketiga elemen tersebut menjadikan Indonesia penting dalam konteks startup dan dunia digital di masa depan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah menginginkan lebih banyak lagi startup lahir di Indonesia, terutama yang berbasis teknologi. Menurutnya startup bisa berperan untuk mendukung visi “Indonesia 2045” karena Indonesia sudah memiliki semua persyaratan untuk menjadi negara maju kecuali pengusaha yang inovatif dan berkualitas.
“Artinya kalau indonesia tidak mampu menambah jumlah pengusaha, tidak hanya jumlah tetapi juga kualitas, maka akan sulit Indonesia menjadi negara maju. Akan sulit Indonesia meniru seperti apa yang Korea Selatan lakukan, apa yang Jepang lakukan di masa lalu, apa yang dilakukan oleh Taiwan, atau yang dilakukan oleh China belakangan karena kita kekurangan yang namanya pengusaha,” ujar Bambang.
CEO PT Global Digital Prima (GDP) Ventura Martin B. Hartono mengungkapkan yang lebih penting adalah bukan berapa banyak startup yang dilahirkan namun berapa banyak startup menjadi perusahaan yang sukses.
Menurut Martin, sebagai negara maritim, Indonesia perlu mendorong lahirnya startup-startup di bidang perkapalan. Apalagi dunia menghadapi perubahan iklim global dan bahan bakar fosil juga akan habis. Maka dia menyarankan pemerintah untuk memikirkan bagaimana kapal itu bisa beradaptasi dengan kedua fenomena tersebut.
Forum “Kemlu for Startup” ini diharapkan akan merangkul lebih banyak lagi generasi muda dengan inovasinya yang dapat meningkatkan daya saing industri digital Indonesia. Kegiatan ini juga memberikan kesempatan kepada 82 startup untuk melakukan speed dating dengan tujuh modal ventura terkemuka.
“Kemlu for Startup” dihadiri oleh 361 usaha rintisan. Hadir pula wakil dari berbagai instansi pemerintah dan diplomat asing di Jakarta. [**]
Sumber Berita dan Foto: VoA Indonesia